Penasaran dengan hakikat manusia, masyarakat, alam dan ilmu
pengetahuan serta bagaimana pandangan islam mengenai hal tersebut? Mari kita
bahas...
Pada hakekatnya semua yang ada di alam ini
sudah sejak awal menjadi pemikiran dan teka-teki yang tak habis-habisnya
diselidiki dan inilah yang menjadi fundamen timbulnya filsafat. Filsafat
adalah hasil usaha manusia dengan kekuatan akal budinya untuk memahani secara radikal, integral dan universal tentang
hakikat sarwa yang ada (hakekat Tuhan, alam dan hakekat manusia), serta sikap
manusia termasuk sebagai konsekwensinya dari pemahamannya tersebut, dan manusia
tentu mempersoalkan dirinya sendiri, bahkan boleh dikatakan ia adalah teka-teki
bagai dirinya sendiri, siapakah sebenarnya “aku” ini ? Kalau
demikian maka jelaslah bahwa hal ini memerlukan perenungan yang mendalam dan
meng-asas pada usaha akal dan pekerjaan pikiran manusia. Karenanya filsafat-lah
yang bertugas untuk mencari jawaban dengan cara ilmiah, obyektif, memberikan
pertanggungjawaban dengan berdasarkan pada akal budi manusia. Karenanya
filsafat itu timbul dari kodrat manusia.
Manusia mempunyai keistimewahan dari
makhluk-makhluk yang lain, ia diciptakan oleh Allah SWT begitu sempurna dan
kesempurnaan ini manusia dapat meningkatkan kehidupannya. Dengan berpikir atau
bernalar, merupakan satu bentuk kegiatan akan manusia melalui pengetahuan yang
kita terima melalui panca indra diolag dan ditunjukan untuk diri
sendiri dengan manifestasinya, ialah mempertimbangkan, merenungkan,
menganalisis, menunjukan alasan-asalan, membuktukan sesuatu,
menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu
jalan pemikiran, mencari kausalitasnya, membahas secara realitas dan lain-lain.
Sesuai dengan makna filsafat, yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha
memahami semua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, maka
berfilosofis memerlukan suatu ilmu dalam mewujudkan pemahaman tersebut.
Pengertian Manusia Secara Umum
Manusia berarti makhluk yang berakal budi dan
mampu menguasai makhluk lain. Makhluk yaitu sesuatu yang diciptakan oleh
Tuhan. Individu mengandung arti seorang, pribadi, organisme yang hidupnya
berdiri sendiri. Secara fisiologis ia bersifat bebas, tidak mempunyai hubungan
organik dengan sesama.
Kata manusia berasal dari
kata manu (Sansekerta) atau mens (Latin) yang berarti
berpikir, berakal budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah
individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum, yang artinya sesuatu yang
tidak dapat dibagi-bagi lagi atau suatu kesatuan yang terkecil dan terbatas.
Secara
kodrati, manusia merupakan makhluk monodualis. Artinya selain sebagai makhluk
individu, manusia berperan juga sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk
individu, manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri atas unsur
jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat dipisah-pisahkan.Jiwa
dan raga inilah yang membentuk individu.
Manusia
juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasaan) sehingga sanggup berdiri
sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia
senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi
hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). Hal
terpenting yang membedakan manusia dengan mahluk lainnya adalah bahwa manusia
dilengkapi dengan akal pikiran, perasaan dan keyakinan untuk mempertinggi
kualitas hidupnya. Manusia adalah ciptaan Tuhan dengan derajat paling tinggi di
antara ciptaan-ciptaan yang lain.
Manusia Dalam Islam
Islam
berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara
badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan sumtansi yang berdiri
sendiri, yang tidak tergantuang adanya oleh yang lain. Islam secara tegas
mengatakan bahwa kedua subtansi (subtansi= unsur asal sesuatu yanga ada)
dua-duanya adalah subtansi alam. Sedang alam adalah mahluk. Maka keduanya juga
mahluk yang di ciptakan oleh Allah SWT. Di bawah iani dikutipkan sebuah ayat suci
al quran yang menguraikan tentang peruses kejadian manusia
dalam surat al Mukminun ayat 12-14:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ
مِنْ طِينٍ﴿١٢﴾
ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ﴿١٣﴾
ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا
الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ
أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ﴿١٤﴾
Artinya : dan
sesungguhnya kami ciptakan manusia dari sari tanah.kemudian kamijadikan sari
tanah itu air mani (terletak) dalam tempat simpanan yang tngguh (rahim).
Kemudian dari air mani itu kami ciptakan segumpal darah lalu segumpal darah itu
kami ciptakan tulang belulang.kemudian tulang belulang itu kami tutup (balut)
dengan daging. Sesudah itu kami jadikan dia mahluk yang baru yakni manusia yang
sempurna. Maka maha berkat (suci Allah) penciptaan yang paling baik. (
Al-Qur’an: surat Al-Mukmin:12-14).
Hakikat
manusia menurut al-Qur’an ialah bahwa manusia itu terdiri dari unsur jasmani,
unsur akal, dan unsur ruhani. Ketiga unsur tersebut sama pentingnya untuk di
kembangkan. Sehingga konsekuensinya pendidikan harus di desain untuk
mengembangkan jasmani, akal, dan ruhani manusia.
Unsur
jasmani merupakan salah satu esensi ( hakikat ) manusia sebagai mana dijelaskan
dalam al-Qur’an surat al-baqarah ayat 168 yang artinya “Hai sekalian
manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dari bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan karena sesungguhnya syuetan itu
adalah musuh yang nyata bagimu”. Akal adalah salah satu aspek terpenting dalam
hakikat manusia. Akal digunakan untuk berpikir, sehingga hakikat dari manusia
itu sendiri adalah ia mempunyai rasa ingin, mempunyai rasa mampu, dan mempunyai
daya piker untuk mengetahui apa yang ada di dunia ini.
Sedangkan
aspek ruhani manusia di jelaskan dalam al-Qur’an surat al-Hijr ayat
29:
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ
وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ ﴿٢٩﴾
Artinya
“Tatkala aku telah menyempurnakan kejadiannya, aku tiupkan kedalamnya
ruhku.kedalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”.
Dalam hal ini muhammad Quthub menyimpulkan bahwa eksistensi manusia adalah
jasmani, akal, dan ruh, yang mana ketiganya menyusun manusia menjadi satu
kesatuan.
Pengertian Umum Masyarakat
Terdapat beberapatokoh yang memberikan pengertian tentang
masyarakat, antara lain:
a. Masyarakat
merupakan jalinan hubungan sosial, dan selalu berubah. (Mac Iver dan page)
b. Masyarakat
adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk munisia yang terikat oleh satu system adat
istiadat tertentu.(koentjaraningrat)
c. Masyarakat
adalah tempat oramg-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.( selo
soemardjan dan soelaiman soemardi)
d. Menurut
soerjono soekanto, ada 4 unsur yang tepat dalam masyarakat, yaitu:
e. Adanya manusia yang hidup bersama
f. Mereka bercampur untuk waktu yang cukup lama,
yang menimbulkan system komunikasi dan tatacara pergaulan lainnya.
g. Memiliki
kesadaran sebagai satu kesatuan.
h. Merupakan
system kehidupan bersama yang menimbulkan kebudayaan.
Hakikat Masyarakat Dalam Islam Dari Al Qur’an Dan
Hadits
Pengertian masyarakat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan
terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. Kata masyarakat
tersebut, berasal dari bahasa Arab yaitusyarikat yang
berarti golongan atau kumpulan. Dalam al-Munjid dikatakan
bahwaal-syarikat adalah “الإختلاط” (bercampur).
Selain kata ini, istilah masyarakat dalambahasa Arab, juga biasa disebut
dengan al-mujtama’. Louis Ma’luf menjelaskan artial-mujtama’ adalah مجازا
على جماعة من الناس خاضعين لقوانين ونظم عامة (suatu
kumpulan dari sejumlah manusia yang tunduk pada undang-undang dan peraturan
umum yang berlaku).
Sedangkan dalam bahasa Inggeris, kata masyarakat
tersebut diistilahkan dengan society dan atau community. Dalam
hal ini, Abdul Syani menjelaskan bahwa bahwa masyarakat sebagai community dapat
dilihat dari dua sudut pandang.Pertama, memandang community sebagai
unsur statis, artinya ia terbentuk dalam suatu wadah/tempat dengan batas-batas tertentu,
maka ia menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat
disebut masyarakat setempat. Misalnya kampung, dusun atau kota-kota
kecil. Kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis,
artinya menyangkut suatu proses yang terbentuk melalui faktor psikologis dan
hubungan antar manusia, maka di dalamnya terkandung unsur kepentingan,
keinginan atau tujuan yang sifatnya fungsional. Misalnya, masyarakat pegawai,
mayarakat mahasiswa.
Secara terminologi, kata masyarakat menurut Kuntjaraningrat
adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu
sistem adat istiadat yang tertentu. Sedangkan menurut M. Quraish Shihab bahwa
masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu kecil atau besar yang terikat
oleh satuan, adat, ritus atau hukum, dan hidup bersama.
Selanjutnya, Anderson dan Parker menyatakan
sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Phil Astrid. S Susanto bahwa ciri dari
masyarakat adalah : adanya sejumlah orang; yang tinggal dalam suatu daerah
tertentu (ikatan geografis); mengadakan ataupun mempunyai hubungan satu sama
lain yang tetap/tertentu; sebagai akibat hubungan ini membentuk suatu sistem
hubungan antar manusia; mereka terikat karena memiliki kepentingan bersama;
mempunyai tujuan bersama dan bekerja sama; mengadakan ikatan/kesatuan
berdasarkan unsur-unsur sebelumnya; berdasarkan pengalaman ini, maka akhirnya
mereka mempunyai perasaan solidaritas; sadar akan interdepedensi satu
sama lain; berdasarkan sistem yang terbentuk dengan sendirinya membentuk
norma-norma; berdasarkan unsur-unsur di atas akhirnya membentuk kebudayaan
bersama hubungan antar manusia.
Berdasar pada pengertian dan ciri masyarakat yang
telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan bahwa masyarakat adalah kelompok
manusia yang saling berinteraksi, ada tujuan dan kepentingan bersama dengan
norma-norma yang ada dan dengan kebudayaan bersama.
Hakikat Alam Semesta
Alam dalam pandangan Filsafat Pendidikan Islam
dapat dijelaskan sebagai berikut. Kata alam berasal dari bahasa Arab ’alam (عالم ) yang seakar dengan ’ilmu (علم, pengetahuan) dan alamat (مة علا, pertanda). Ketiga istilah tersebut
mempunyai korelasi makna. Alam sebagai ciptaan Tuhan merupakan identitas yang
penuh hikmah. Dengan memahami alam, seseorang akan memperoleh
pengetahuan. Dengan pengetahuan itu, orang akan mengetahui tanda-tanda
atau alamat akan adanya Tuhan. Dalam bahasa Yunani, alam disebut dengan istilah
cosmos yang berarti serasi, harmonis. Karena alam itu diciptakan dalam keadaan
teratur dan tidak kacau. Alam atau cosmos disebut sebagai salah satu bukti
keberadaaan Tuhan, yang tertuang dalam keterangan Al-qur`an sebagai sumber
pokok dan menjadi sumber pelajaran dan ajaran bagi manusia.
Istilah
alam dalam alqur’an datang dalam bentuk jamak (‘alamiina), disebut sebanyak 73 kali
yang termaktub dalam 30 surat. 15 Pemahaman kata ‘alamin, merupakan bentuk
jamak dari keterangan al-quran yang mengandung berbagai interpretasi pemikiran
bagi manusia.
Menurut
Al-Rasyidin, dalam bukunya Falsafah pendidikan Islam bahwa kata `alamin merupakan
bentuk prulal yang mengindikasikan bahwa alam semesta ini banyak dan beraneka
ragam. Pemaknaan tersebut konsisten dengan konsepsi Islam bahwa hanya Allah Swt
yang Ahad, Maha Tunggal dan tidak bisa dibagi-bagi. Kemudian beliau menuturkan
kembali bahwa konsep islam megenai alam semesta merupakan penegasan bahwa alam
semesta adalah sesuatu selain Allah Swt.
Dari satu sisi alam semesta
dapat didefenisikan sebagai kumpulan jauhar yang tersusun dari maddah (materi)
dan shurah (bentuk), yang dapat diklasifikasikan ke dalam wujud konkrit
(syahadah) dan wujud Abstrak (ghaib). Kemudian, dari sisi lain, alam semesta
bisa juga dibagi ke dalam beberapa jenis seperti benda-benda padat (jamadat),
tumbuh-tumbuhan (nabatat), hewan (hayyawanat), dan manusia.
Menurut
Prof. Dr. Omar Mohammad Al-Toumy al-Syaibany dalam bukunya Falsafah Pendidikan
Islam menyatakan bahwa alam semesta atau alam jagat ialah selain dari Allah swt
yaitu cakrawala, langit, bumi, bintang, gunung dan dataran, sungai dan lembah,
tumbuh-tumbuhan, binatang, insan, benda dan sifat benda, serta makhluk benda
dan yang bukan benda. Beliau juga menuturkan bahwa sebahagian ulama Islam
mutaakhir membagi alam ini kepada empat bahagian yaitu ruh, benda, tempat dan
waktu. Sedangkan manusia menjadi salah satu unsur alam semesta sebagai makhluk
baharu dengan fungsi untuk memakmurkan alam semesta serta meneruskan
kemajuaannya.
Menurut
Shihab sebagaimana yang dikutip oleh Al-rasyidin dalam bukunya falsafah
pendidikan Islam menerangkan bahwa semua yang maujud selain Allah Swt baik yang
telah diketahui maupun yang belum diketahui manusia disebut alam. Kata `alam
terambil dari akar kata yang sama dengan `ilm dan `alamah, yaitu sesuatu yang
menjelaskan sesuatu selainnya. Oleh karena itu dalam konteks ini, alam semesta
adalah alamat, alat atau sarana yang sangat jelas untuk mengetahui wujud tuhan,
pencipta yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan Maha Mengetahui. Dari sisi ini dapat
dipahami bahwa keberadaaan alam semesta merupakan tanda-tanda yang menjadi alat
atau sarana bagi manusia untuk mengetahui wujud dan membuktikan keberadaan
serta kemahakuasaan Allah Swt.[12]
Di
dalam Al Qur'an pengertian alam semesta dalam arti jagat raya dapat dipahami
dengan istilah "assamaawaat wa al-ardh wa maa baynahumaa".[13] Istilah ini ditemui didalam beberapa
surat Al Qur'an yaitu: Dalam surat maryam ayat 64 dan 65 :
وَمَا نَتَنَزَّلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ
مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ
نَسِيًّا ﴿٦٤﴾ رَبُّ السَّمَاوَاتِ
وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ
لَهُ سَمِيًّا ﴿٦٥﴾
Artinya: Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan
perintah Tuhanmu. kepunyaan-Nya-lah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa
yang ada di belakang kita dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah
Tuhanmu lupa (64). Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada
di antara keduanya, Maka sembahlah dia dan berteguh hatilah dalam beribadat
kepada-Nya. apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan dia (yang patut
disembah)?(65)
Dalam surat ar-rum ayat 22:
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ﴿٢٢﴾
Yang
artinya: ”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan
langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
Mengetahui”.(Q.S. Ar Rum: 22)
Dalam surat al-anbiya ayat 16:
وَمَا خَلَقْنَا
السَّمَاء وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ﴿١٦﴾
Yang artinya: “Dan tidaklah kami ciptakan Iangit dan
bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main”. (Q.S.
al Anbiya: 16)
Dapat ditarik kesimpulan bahwa alam semesta
bermakna sesuatu selain Allah Swt, maka apa-apa yang terdapat di dalamnya baik
dalam bentuk konkrit (nyata) maupun dalam bentuk abstrak (ghaib) merupakan
bahagian dari alam semesta yang berkaitan satu dengan lainnya. Untuk dapat
Memahami dan meneliti alam yang kemudian menghasilkan science yang benar,
haruslah melalui pendidikan yang benar dan berkualitas.
Oleh karena itu, Islam mempunyai ajaran yang
sangat penting dalam pendidikan, dalam rangka menghasilkan para scientist,
ilmuwan atau ulama, yang kemudian akan memelihara dan memakmurkan alam ini.
Konsep Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
1. Pengertian
ilmu pengetahuan
Sepanjang sejarah manusia dalam usahanya
memahami dunia sekelilingnya mengenal dua sarana, yaitu pengetahuan ilmiah dan
penjelasan gaib kini disatu pihak manusia memiliki sekelompok pengetahuan yang
sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah dibuktikan kebenarannya secara
sah, tetapi dipihak lain sebagai pengenal pula aneka keterangan serba gaib yang
tidak mungkin di uji sahnya untuk menjelaskan rangkaian peristiwa yang masih
berarada diluarjangkauan pemahamannya.
Di antara rentangan pengetahuan ilmiah
dan penjelasan gaib itu terdapat persoalan ilmiah yang merupakan kumpulan
hipotesis yang dapat di uji, tetapi belum secara sah di buktikan kebenarannya.
Hirarki illustrasi bangunan ilmu pengetahuan
di atas menunjukkan bahwa ontology ilmu ditempatkan sebelum epistemology dengan
cara mengasumsikan “ada” realitas kemudian ditambahkan epistemology untuk
menjelaskan bagaimana kita mengetahui realitas tersebut. Hirarki dari bangunan
ilmu pengetahuan tersebut yang dalam istilah Keith Lethrer adalah teori dogmatic
epistemology. Konsepsi dari teori ini adalah dengan menempatkan ontology sebelum
epistemology.
Selain
dari teori dogmatic epistemology terdapat pula teori critical
epistemologydimana teori ini merupakan bentuk revolusi dari teori dogmatic
epistemology yang dalam prosesnya adalah menanyakan apa yang telah
diketahui sebelum menjelaskannya, artinya bahwa teori ini berada pada wilayah
mempertanyakan suatu pengetahuan awal secara kritis kemudian diyakini,
meragukan sesutu yang telah “ada” terlebih dahulu sebelum kemudian
menjelaskannya setelah terbukti keber”ada”annya, dan berpikir dahulu sebelum
meyakini dan atau tidak meyakini kebenarannya. Konsepsi dari teori ini
menempatkan wilayah epistemic sebelum ontal atau ontology sebagaimana yang
dapat dillustrasikan secara hirarki sebagai berikut:
Subyektifitas
dan obyetifitas kebenaran ilmu merupakan hasil dari suatu bangunan ilmu yang
memiliki ketergantungan pada kebenaran teori, metode dan cara memperolehnya.
teori ilmu yang diterapkan oleh Para filusuf kuno tergolong masih sangat premature dimana
mereka mencari unsur-unsur atau entitas-entitas yang dikandung oleh semua benda
dengan menggunakan pertimbagan-pertimbangan empiris atau hasil-hasil pengamatan
yang mendalam terhadap entitas-entitas tersebut yang dapat mendukung penjelasan
yang satu atau yang lainnya. Mereka mendasaran jawaban mereka sedapat mungkin
pada landasan-landasan epistemic dengan mempertimbangkan jenis-jenis apa yang
dapat dimengerti secara sungguh-sungguh, sebagaimana halnya yang berdasar pada empiris
dengan mempertimbangkan jenis-jenis entitas abadi yang mungkin dapat diperoleh
dari dan atau dalam pengalaman.
Secara
umum dapat dinyatakan bahwa prematurisme konsep teori ilmu pengetahuan yang
diperoleh oleh para filusuf klasik kuno didasarkan pada lima kemampuan yaitu;
(1) Pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman, (2) pengetahuan dari hasil
pengalaman tersebut diterima sebagai suatu fakta dengan sikap receptive
mind, dan jika terdapat keterangan-keterang epistemic tentang fakta-fakta
tersebut, maka keterangan-keterangan tersebut adalah mitologi (mistis, magis
dan religious), (3) kemampuan menemukan abjad dan bilangan alam yang
menunjukkan terjadinya tingkat abstraksi pemikiran, (4) kemampuan menulis,
menghitung dan menyusun kalender merupakan bentuk sintesis dari hasil
abstraksi, (5) kemampuan meramalkan peristiwa-peristiwa fisis atas dasar a
priori seperti hujan, gerhana dan sebagainya.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang ingin menemukan
pengetahuan, maka sebagai langka awal dia terlebih dahulu harus mempelajari
teori-teori pengetahuan dalam perkembangan pengetahuan. Karena itu, usaha yang
harus dia lakukan pertama kali adalah menegaskan tujuan
pengetahuan, sebab pengetahauan tidak akan mengalami perkembangan dan perubahan
apabila tujuan dari pengetahuan tersebut tidak diketahui dan dipahami. Karena
pada prinsipnya ilmu adalah usaha untuk menginterpretasikan gejala-gejala
dengan mencoba mencari penjelasan tentang berbagai kejadian,[19] artinya
fenomena ini baik berupa pengamatan empiric maupun penalaran rasio memerlukan
teori sebagai landasan keterpahaman sesuatu yang dapat disebut sebagai ilmu
pengetahuan.
2. Sumber
ilmu pengetahuan
Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
a. Empirisme,
menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
(empereikos = pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui
(subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang
terkenal: John Locke (1632 – 1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David
Hume.
b. Rasionalisme,
aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan
kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya
adalah Rene Descartes (1596 – 1650, Baruch Spinoza (1632 – 1677) dan Gottried
Leibniz (1646 – 1716).
c. Intuisi.
Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba- tiba tanpa melalui
proses pernalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil
dari evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
d. Wahyu
adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang terpilih
untuk menyampaikannya (Nabi dan Rosul). Melalui wahyu atau agama, manusia
diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau atau pun tidak
terjangkau oleh manusia.[20]
3. Pendekatan
dan metode perolehan ilmu pengetahuan
Pada pembahasan terdahulu telah ditegaskan
bahwa untuk menemukan sesuatu yang bernama ilmu pengetahuan, maka tujuan dari
ilmu pengetahuan tersebut harus ditentukan terlebih dahulu dengan menggunakan
berbagai metode dalam memperolehnya. Adapun metode untuk dapat memperoleh ilmu
pengetahuan dan menentukan kebenaran ilmu pengetahuan secara filosofis terdiri
dari:
a. Metode Empirik
b. Metode Rasional
c. Metode Kontemplatif
d. Metode Ilmiah
4. Etika penggunaan ilmu (aksiologi)
Aksiologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari tentang nilai secara umum pada dasarnya ilmu harus digunakan dan
dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia. Dalam hal ini, ilmu dapat dimanfaatkan
sebagai sarana atau alat dalam meningkatkan taraf hidup manusia dengan
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan kelestarian atau
keseimbangan alam. Unutuk kepentingan manusia tersebut pengetahuan ilmiah yang
diperoleh dan di susun dan dipergunakan secara komunal dan universal. Komunal
berrti ilmu merupakan pengetehuan yng menjadi milik bersama, setiap orang
berhak memanfaatkan ilmu menurut kebutuhanya. Universal berarti bahwa ilmu
tidak mempunyai konotasi ras, ideology, atau agama.
Sumber/referensi:
Adib Muhammad. Filsafat
Ilmu; Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta
: Pustaka Pelajar. 2010.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat
Ilmu. Jakarta : Rajawali Press. 2010.
Gie, The Liang. Pengantar
Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty. 2010.
Ihsan, A. Fuad.Filsafat
Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. 194.
Suhartono,Suparlan. Filsafat
Ilmu Pengetahuan; Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu Pengetahuan. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media. 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar