TAHUKAH
kalian seberapa pentingnya makna dari seorang peserta didik? Mereka amat
berharga dan begitu fundamental, terutama bagi pendidik dan calon pendidik,
untuk lebih jauh dalam memahami peserta didik mari kita bahas secara filosofis
mengenai peserta didik kawan..
Salah satu komponen dalam sistem pendidikan
adalah adanya peserta didik, peserta didik merupakan komponen yang sangat
penting dalam system pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai
pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Peserta didik adalah orang
yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik
secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu dilingkungan keluarga, sekolah
maupun dilingkkungan masyarakat dimana anak tersebut berada.
Dalam kajian filosofisnya, peserta
didik dipandang sebagai manusia seutuhnya, dimana mereka dipandang manusia yang
memiliki hak dan kewajiban. Dalam pendidikan, hak-hak peserta didik
haruslah lebih dikedepankan atau diutamakan seperti hak mereka untuk
mendapatkan pengetahuan yang sesuai dengan keinginan mereka, hak mereka untuk
mengembangkan potenti-potensi yang ada pada mereka, dimana itu semua dalam
rangka mempersiapkan mereka menjadi manusia yang dewasa. Selain hak-hak
tersebut, peserta didik juga memiliki kewajiban yang harus mereka jalani.
Sebagai peserta didik juga harus memahami kewajiban, etika serta
melaksanakanya. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan
oleh peserta didik. Sedangkan etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan
yang harus di tati dan dilaksanakan oleh peserta didik dalam proses belajar.
Namun itu semua tidak terlepas dari keterlibatan pendidik, karena seorang
pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman tentang aspek-aspek yang terdapat
didalam diri peserta didik terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang
pendidik tidak mengetahui aspek-aspek tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh
peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga
mengenali potensi yang dimilikinya.
Secara etimologi peserta didik dalam
bahasa arab disebut denganTilmidz jamaknya adalah Talamid, yang
artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini
pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya
adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya
adalah “orang-orang yang mencari ilmu”.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20
Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, peserta didik adalah anggota
masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada
jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu
Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan
oarang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi dasar (fitrah) yang peru
dikembangkan. Di sini peserta didik adalah makhluk Allah yang terdiri dari
aspek jasmani dan ruhani yang belum mencapai taraf kematangan, baik
fisik,mental, intelektual maupun psikologisnya. Oleh karena itu, ia senantiasa
memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan pendidik, agar dapat mengembangkan
potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju kedewasaan. Potensi dasar
yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan berkembang secara maksimal
tanpa melalui proses pendidikan. Islam memandang, “ Setiap anak dilahirkan
dengan dibekali fitrah, kedua orang tuanyalah yang dapat membuat ia menjadi
seorang Majusi, Nasrani atau Yahudi. Dari pandangan ini tampak bahwa Islam
berupaya menyintesiskan antara pandagan nativisme yang menekankan pentingnya
bakat dan pembawaan sebagai faktor yang memengaruhi seseorang dengan pandangan
empirisme yang cenderung mementingkan peranan lingkungan sebagai faktor yang
memengaruhi kepribadian seseorang. Islam mengakui bahwa peserta didik memang
memiliki fitrah, tetapi bagaimana fitrah ini dapat dikembangkan dengan baik tergantung
juga oleh keadaan lingkungan yang melingkupinya. Perpaduan antara faktor fitrah
dan faktor lingkungan dalam konsepsi Islam merupakan proses dominan yang dapat
memengaruhi pembentukan kepribadian seorang peserta didik.
Hakikat Peserta Didik
Untuk itu, pemahaman tentang hakikat
peserta didik merupakan sesuatu yang beralasan. Samsul Nizar dalam filsafat
pendidikan Islam: Pendekatan historis, teoritis dan praktis menyebutkan
beberapa diskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai berikut:
1. Peserta didik
bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini perlu
dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak
disamakan dengan pendidikan orang dewasa.
2. Peserta didik
adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan
pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan Islam
dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya
dialami peserta didik
3. Peserta didik
adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik menyangkut
kebutuhan jasmani maupun ruhani. Diantara kebutuhan dasarnya adalah kebutuhan
biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri dan aktualisasi diri. Hal ini
perlu dipahami agar proses pendidikan dapat berjalan lancar.
4. Peserta didik
adalah makhluk Allah yang memiliki berbagai perbedaan individual (individual
differentiations), baik yang disebabkan karena faktr bawaan maupun lingkungan
tempat ia tnggal. Hal ini perlu diahami agar proses pendidikan dilakukan dengan
memerhatikan perbedaan-perbedaan tersebut tanpa harus mengorbankan salah satu
pihak atau kelompok.
5. Peserta didik
merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmaniah dan ruhaniah.
Nsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dikembangkan melalui proses pembiasaan
dan latihan. Sementara unsur ruhani berkaitan dengn daya akal dan daya rasa.
Daya akal dapat dikembangkan melalui proses intelektualisme yang menekankan
pada ilmu-ilmu rasional, dan daya rasa dapat dikembangkan melalui pendidikan
ibadah dan akhlak. Pemahaman ini merupakan hal yang perlu agar proses
pendidikan Islam memandang peserta didik secara utuh, yakni tidak mengutamakan
salah satu daya saja, tapi semua daya dikembangkan dan diarahkan secara
integral dan harmonis.
6. Peserta didik
adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang perlu
dikembangkan secara terpadu. Fungsi penddikan dalam hal ini adalah membantu dan
membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan dan megarahkan potensi yang
dimilikinya, sesuai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tanpa harus
mengabaikan fungsi-fungsi kemanusiannya.
Pemahaman mengenai hakikat peserta
didik diatas berfungsi sebagai sebagai landasan filosofis untuk menerapkan
proses pendidikan yang beorientasi pada peserta didik atau (student oriental)
dan tidak lagi berorientasi pada materi pelajaran (subject natter oriented).
Paul Suparno dkk. Dalam Reformasi
Pendidikan Sebuah Rekomendasi, menyebutkan bahwa, “Para pakar pendidikan pada
umumnya bepandangan bahwa pendidikan hendaknya berorientasi pada pengembangan
anak didik, dalam rangka memelihara dan meningkatkan martabat manusia dan
budayanya”. Kalau pendidikan sudah berorientasi pada peserta didik maka,
keduanya dalam proses pendidikan adalah sebagai subjek bukan sebagai objek pendidikan.
Memberlakukan peserta didik sebagai objek, masih menurut Suparno dkk.,
merupakan perlakuan yang tidak tepat. Pendidikan semacam ini akan
“membonsai” harkat peserta didik sebagai manusia yang seharusnya memiliki
kemampuan dan kebebasan untuk berkembang sesuai pangilan hidup dari
penciptanya.
Hal senada juga disampaikan Noeng
Muhadjir. Menurutnya, paradigma pendidikan dengan pendekatan psikologis
humanistik telah mensyaratkan kedudukan paserta didik sebagai subjek
pendidikan, yang setaraf dengan kedudukan pendidik. Pendidik dan peserta didik
dengan pendekatan ini memiliki kedudukan yang sama, yaitu sebagai subjek
pendidikan. Tidak ada yang didudukan sebagai objek, tidak ada yang
dieksploitasi, dan bukan pula hubungan koersif (yang satu mempunyai otoritas
bak atas yang lain).
Hubungan interaktif yang memberlakukan
pihak lain sebagai subjek, itulah yang dinamakan aksi dua arah, yang dalam
psikologis sosial disebut interaksi dan dalam ilmu komunikasi disebut
komunikasi. Wawasan dasar pendidik dalam mamandang peserta didik sebagai subjek
pendidikan telah menumbuhkan upaya saling membantu demi peningkatan proses
perkembangan semua phak, dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Memosisikan pendidik dan peserta didik
sebagai subjek pendidikan mengidentifikasikan perlunya penerapan filsafat
konstruktivisme dalam pendidikan. Menurut filsafat ini, pengetahuan merupakan
hasil bentukan (konstruksi) orang yang sedang belajar. pengetahuan yang
diperoleh peserta didik selama proses pembelajaran merupakan hasil
konstruksinya sendiri. Didalam konstruktivisme, peserta didik menjalani proses
mengonstruksi pengetahuan, baik berupa konsep, ide, maupun pengertian
tentangsesuatu yang sedang dipelajari. Pembelajaran yang menekankan proses
pembentuka pengetahuan oleh peserta didik sendiri disebut pembelajaran yang
konstruktivis. Di dalam paradigma pendidikan seperti ini, pendidik dan peserta
didik adalah manusia yang sama-sama mengalami proses belajar. keduanya
dposisikan sebagai subjek yang berusaha menemukan pengetahuan dan mengembangkan
kerangka berpikirnya masing-masing. Paradigma ini berbeda dengan paradigma lama
yang memandang proses pendidikan sebagai usaha indoktrinasi pendidik, dengan
memandang pendidik sebagai subjekdan peserta didik sebagai objek.
Lingkungan pendidikan dalam konsep filsafat Pendidikan
Islam
Lingkungan merupakan salah satu faktor
pendidikan yang ikut serta menentukan corak pendidikan islam, yang tidak
sedikit pengaruhnya terhadap anak didik lingkungan yang dimaksud adalah
lingkungan yang berupa keadaan sekitar yang mempengaruhi pendidikan anak.
Lingkungan adalah sesuatu yang
berada diluar diri anak dan mempengaruhi perkembanganya. Menurut Sartain (Ahli
psikolog dari Amerika) mengatakan bahwa yang dimaksud lingkungan sekitar
adalah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu
mempengaruhi tingkah laku manusia, pertumbuhan, perkembagan, kecuali
gen-gen.
Menurut Milieu, yang dimaksud
lingkungan ditinjau dari perspektif pendidikan Islam adalah sesuatu yang ada disekeliling
tempat anak melakukan adaptasi, meliputi:
1. Lingkungan alam,
seperti udara, daratan, pegunungan, sungai, danau, lautan, dsb.
2. Lingkungan Sosial,
seperti rumah tangga, sekolah,dan masyarakat.
Zuhairini (1995: 175) menyebutkan
lingkungan yang dapat mempengaruhi anak didik terhadap agama terbagi
menjadi 3 kelompok:
a. Lingkungan
yang acuh-tak acuh terhadap agama.
b. Lingkungan yang
berpegang teguh pada tradisi agama, tetapi tanpa keinsyafan batin.
c. Lingkungan
yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam lingkungan agama.
Kihajar Dewantara mengartikan
lingkungan dengan makna yang lebih simple dan spesifik. Ia mangatakan
bahwa apa yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan berada dalam 3 pusat
lembaga pendidikan yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keluarga (Kawula Warga) adalah suatu kesatuan sosial
terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat
tinggal dan ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi, merawat
dan sebagainya. Sedangkan inti dari keluarga adalah ayah, ibu dan anak (wahyu,
1986: 37). Sedangkan tanggung jawab keluarga menurut Hery Noer Ali (1999:
212-217) adalah keluarga memberikan suasana emosional yang baik bagi anak-anak
seperti perasaan senang, sayang, aman dan perlindungan. mengetahui dasar-dasar
pendidikan terutama berkenaan dengan kewajiban dan tanggung jawab orang tua
terhadap pendidikan anak serta tujuan dan isi pendidikan yang diberikan
kepadanya. Dan bekerjasama dengan lembaga pendidikan di luar keluarga.
b. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang terpenting
sesudah keluarga, karena semakin besar kebutuhan anak, maka orang tua
membutuhkan seseorang atau lembaga yang dapat membantu orang tua dalam
melakukan pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak. Orang tua tidak dapat
menanggung semua kebutuhan anak yang berkaitan dengan ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan anak, maka dari itu lembaga pendidikan yang berupa
sekolah sangat dibutuhkan untuk mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan anak.
Tugas guru dan pemimpin sekolah disamping memberikan ilmu
pengetahuan, ketrampilan, juga mendidik anak beragama. Dalam hal ini
mereka mengharapkan agar anak didiknya memiliki kepribadian yang sesuai
dengan ajaran islam atau dengan kata lain berkepribadian muslim, yang dimaksud
adalah kepribadian yang seluruh aspeknya baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya
maupun filsafat hidup dan kepercayaannya merujuk pada pengabdian kepada Tuhan,
penyerahan diri kepadaNya
c. Masjid dan Pesantren
Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pendidikan luar sekolah disebut dengan pendidikan
non-formal artinya pendidikan yang diselenggarakan untuk memberikan layanan
kepada masyarakat sebagai pengganti, penambah,dan/atau pelengkap pendidikan
jalur sekolah formal dalam rangka mendukung proses pendidikan sepanjang hayat.
Ciri khas dari pendidikan non-formal yang menunjukkan
keluwesan tersendiri berkenaan dengan waktu dan lama belajar, usia peserta
didik, isi, cara penyelenggaraan pengajaran dan cara penilaian hasil belajar
evaluasinya.
Lingkungan pendidikan islam yang bisa
dijadikan tempat untuk proses pendidikan islam adalah masjid dan pesantren,
karena kedua tempat ini proses internalisasi keagamaan dilakukan..
Etika yang senantiasa dijalankan pada peserta didik
hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu, tujuan belajar
hendaknya ditujukan untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan,
memiliki kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat,
wajib menghormati pendidiknya dan peserta didik hendaknya belajar secara
sungguh-sungguh dan tabah.
Peserta didik diharapkan untuk senantiasa
menjalankan kewajiban-kewajiban dan etika-etika yang ada dalam menuntut ilmu,
hal tersebut bertujuan supaya dalam menuntut ilmu mendapatkan kemudahan serta
dapat tercapai apa tujuan dari peserta didik itu sendiri.
Sumber/referensi:
Suharto Toto.2006.Filsafat Pendidikan Islam.Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media
Athiyah Al-Abrasyi.1993.Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam.Jakarta:
PT.Bulan Bintang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar