Selasa, 13 Desember 2016

HAKIKAT SEDEKAH


Banyak sekali kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada manusia. Dan Setiap nikmat yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya itu ada sedekahnya. Sedekah itu sendiri mempunyai pengertian yang sangat luas. Tidak terbatas kepada pemberian yang bersifat materi saja.
Banyak dari kita yang menganggap bahwa yang dinamakan sedekah itu apabila seseorang memberikan materi baik berupa uang atau benda kepada orang yang memerlukan. Kalau demikian pengertiannya maka sedekah itu mempunyai pengertian yang sangat sempit. Tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat yang luas yaitu saling membantu dan menolong supaya lahir rasa saling menyanyangi dan memiliki. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAWW bersabda :

على كل مسلم صدقة
“ Setiap muslim itu wajib bersedekah” (H.R. Imam Bukhari dan Muslim)
Hakikat sedekah yang dikehendaki hadits di atas adalah sedekah dalam pengertian yang luas yang tidak difardhukan kepada orang-orang kaya saja melainkan juga kepada orang –orang miskin. Sedekah yang tidak terbatas kepada uang dan harta kekayaan saja , tetapi juga berkaitan dengan anggota tubuh, misalnya perasaan saling menyayangi diantara anggota masyarakat.
Dalam kesempatan lain Rasulullah SAWW bersabda :
ليس من نفس ابن ادم الآ عليها صدقة, فى كل يوم طلعت فيه الشمس

“ Tidak ada satu jiwa anak Adam kecuali harus mengeluarkan sedekah setiap hari terbit matahari menyinarinya” (H.R. Ibnu Hibban)
Inti dari sedekah adalah kebaikan. Dan pintu-pintu kebaikan itu sangat banyak sekali. Rasulullah SAW dalam hadits Ibnu Hibban menjelaskan :
“ Sesungguhnya pintu-pintu kebaikan itu banyak sekali, tasbih, tahmid, tahlil, memerintahkan untuk berbuat baik dan mencegah berbuat munkar atau jelek, melemparkan duri dari jalan, memperdengarkan yang tuli, menunjuki yang buta, menunjukkan jalan kepada orang yang meminta petunjuk, berusaha menolong orang yang bersedih hati dan meminta pertolongan kepada kedua kakimu, membawakan beban orang yang lemah dengan kekuatan tanganmu, semuanya merupakan sedekah darimu untuk dirimu”
Berdasarkan hadits tadi, Rasulullah SAWW mengajak setiap muslim agar dapat berbuat sesuatu untuk orang lain sesuai dengan kemampuannya, baik dengan materiil maupun moril. Beliau menginginkan supaya setiap mukmin mempunyai jiwa yang aktif dan progresif dalam melakukan kebaikan-kebaikan. Tidak hanya pada sesuatu yang bernilai ekonomis belaka, tetapi juga rasa kasih sayang, rasa cinta dan persaudaraan diantara anggota masyarakat.
Dalam sebuah hadits Bukhari-Muslim, Rasulullah SAWW menegaskan, bahwa setiap tulang persendian manusia harus disedekahi setiap hari. Tulang persendian manusia –menurut dokter ahli- sebanyak 248 tulang, maka sepantasnya setiap muslim untuk menzakati tulang-tulang tersebut.
Akan tetapi, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa pintu-pintu untuk berbuat baik sangat banyak, bahkan lebih banyak dari tulang-tulang persendian manusia. Mendamaikan dua orang yang sedang bertikai, menghilangkan duri di jalan, menunjuki jalan orang yang tersesat, dan masih banyak lagi hal lain,yang semua itu adalah jalan sedekah yang dapat kita lalui sehingga kita mempunyai ketaatan yang sempurna di sisi Allah SWT. Dalam sebuah hadts riwayat Imam Thabrani, Rasulullah SAWW bersabda :
من مشى فى حاجة أخيه كان خيرا له من اعتكاف عشر سنين

“ Siapa yang berjalan untuk membantu keperluan saudaranya, maka hal itu lebih baik baginya daripada i’tikaf selama sepuluh tahun”
Dari hadits di atas dapat disimpulkan, bahwa sesuatu pekerjaan yang dapat bermanfaat bagi orang lain -dalam pandangan Islam- itu lebih utama dibandingkan dengan pekerjaan yang berwujud ibadah sunnah. Bahkan Rasulullah pernah mengatakan bahwa mendamaikan dua pihak yang bertikai itu lebih utama dibanding ibadah shalat sunnah , puasa sunnah serta sedekah sunnah.
Imam al-Ashfahani rahimahullah mengatakan: “Sedekah adalah apa yang dikeluarkan seseorang dari hartanya untuk mendekatkan diri kepada Allah s.w.t..
Contohnya zakat. Akan tetapi, kata sedekah lebih sering digunakan untuk sedekah yang sunnah, manakala zakat untuk sedekah yang wajib.” (Mufrodat al-Fazh al-Qur’an hal. 480, oleh al-Ashfahani)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Dinamakannya sedekah, kerana dengan sedekah menunjukkan kejujuran orang yang memberinya. Harta itu disenangi oleh jiwa, apabila engkau menyedekahkan apa yang engkau senangi, maka hal itu sebagai dalil bahawa engkau jujur dan tulus dalam melakukannya.” (Syarah Riyadhus Sholihin, 3/161, oleh Ibnu Utsaimin rahimahullah).
Keutamaan sedekah sangat banyak, di antaranya adalah:
1.      Melaksanakan perintah Allah:
Tidak ragu lagi, orang yang menunaikan sedekah, sama ada yang wajib atau yang sunnah bererti dia telah merealisasikan perintah Allah - yang termaktub dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebahagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu, sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (al-Baqoroh [2]: 254)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata:
“Allah ‘azza wa jalla menganjurkan kepada segenap kaum muslimin untuk berinfak pada seluruh jalan kebaikan. Allah ‘azza wa jalla mengingatkan mereka bahawa nikmat yang diperolehi manusia adalah pemberian dari Allah s.w.t., Dia yang telah memberikan rezeki, Dia yang telah mencurahkan kepelbagaian bentuk kenikmatan. Allah tidak memerintahkan untuk mengeluarkan seluruh harta yang mereka miliki, akan tetapi Allah menggunakan huruf “Min” yang menunjukkan sebahagian. Inilah yang seharusnya mendorong manusia untuk berinfak. Allah mengkhabarkan pula bahawa infak dan sedekah akan menjadi tabungan di sisi Allah sebagai bekal pada hari yang mana di saat itu tidak berguna lagi jual beli dan semisalnya.” (Taisir Karimir Rahman hlm. 111)
2.      Ganjaran yang berlipat ganda:
Allah berfirman: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha mengetahui. (al-Baqarah [2]: 261)
Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan: “Ayat ini seolah-olah bagaikan penjelas tentang ukuran lipatan ganjaran pahala yang disiapkan bagi orang yang berinfak. Allah s.w.t. membuat permisalan seperti ini agar tergambar dalam akal manusia. Dia membuat permisalan dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, yang pada tiap-tiap tangkai mengandungi seratus biji. Hingga hati terasa melihat langsung berlipatnya pahala infak, sebagaimana mata melihat langsung terhadap benih-benih tersebut. Akhirnya terkumpullah kenyataan yang jelas dan kenyataan iman, hingga iman orang yang berinfak semakin kuat dan jiwanya terdorong untuk berinfak.” (Asyjar Ibnul Qoyyim him. 43 oleh Majid bin Muhammad)
3.      Penghapus kesalahan dan dosa
Manusia tidak luput dari dosa dan kesalahan. Tidak ada yang maksum di dunia ini kecuali para nabi dan rasul. Dengan hikmahnya yang agung, Allah s.w.t. menjadikan sedekah sebagai salah satu penghapus dosa dan kesalahan yang kita perbuat. Allah s.w.t. berfirman:
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah [2]: 271)
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Dan itu sedekah menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api.” (Hadis Riwayat at-Tirmidzi, no. 2616. Ahmad, 5/230. Ibnu Majah, no. 3973. Hakim 2/412. Ibnu Hibban, no. 214. Lihat al-Irwa, 413)
4.      Kebaikan/Kebajikan yang sempurna diraih melalui sedekah.
Allah berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali Imran [3]: 92)
5.      Diganti dengan yang lebih baik
Jangan khuwatir bahawa dengan sedekah yang kita keluarkan. Kerana Allah akan menggantinya, perhatikan firman Allah s.w.t. berikut ini:
“Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)." Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Saba’ [34]: 39)
Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidaklah berpagi hari seseorang hamba, kecuali dua malaikat turun dan salah satunya berkata: “Ya Allah, berilah orang yang berinfaq gantinya,” Yang satunya berkata pula: “Ya Allah, berilah orang yang bakhil gantinya dengan hilang apa yang ada padanya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 1374, Muslim, no. 1010)
Adab Bersedekah
Ketahuilah, bahawa infak itu mencakupi seluruh sedekah yang wajib seperti zakat mahupun yang sunnah. Ada beberapa adab yang perlu diperhatikan bagi orang yang hendak bersedekah:
Pertama: Luruskan Niat
Hendaklah orang yang bersedekah supaya meluruskan niatnya. Hendaklah yang ia cari hanya Wajah Allah s.w.t. semata, bukan kerana riya’ atau ingin dipuji manusia dengan dikatakan dermawan. Rasulullah s.a.w. bersabda (yang ertinya): “Ada seseorang yang Allah beri keluasan harta, kemudian dia mengakui nikmat tersebut pada hari kiamat. Dia ditanya: “Lantas apa yang engkau kerjakan dengan nikmat tersebut?” Dia menjawab: “Aku salurkan ke jalan yang Engkau cintai. Tidak ada satu pun jalan yang Engkau cintai kecuali aku berinfak di dalamnya.” Allah berkata: “Engkau dusta! Akan tetapi engkau melakukan hal itu semua kerana ingin dikatakan dermawan, dan engkau telah mendapatkannya!” Akhirnya orang tersebut ditarik wajahnya dan dicampakkan ke dalam neraka.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 1905)
Kedua: Dan harta yang halal
Dari Ibnu Umar r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak akan diterima solat tanpa thoharoh (bersuci), dan tidak akan diterirna pula sedekah dari harta ghulul.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 224)
Yang dimaksudkan dengan ghulul adalah khianat, asalnya ghulul adalah mencuri harta ghonimah (rampasan perang) sebelum dibahagikan. (Syarah Sahih Muslim, 1/203)
Ketiga: Sedekah dengan harta yang paling dicintai.
Allah s.w.t. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (al-Baqarah [2]: 267)
Anas menyatakan: “Abu Thalhah adalah orang Anshor Madinah yang paling banyak hartanya berupa kebun-kebun kurma. Dan harta yang paling dia cintai adalah kebun di Bairuhaa (di daerah Madinah). Ketika dia di dalam masjid, turun ayat kepada Rasulullah yang berbunyi:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempuma), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan. Maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Ali Imran [3]: 92)
“Abu Thalhah r.a. berkata: “Wahai Rasulullah, Allah telah berfirman, “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.” Dan harta yang paling aku cintai adalah kebun kurma yang berada di Bairuhaa, dan kebun itu sekarang aku sedekahkan kerana Allah, aku mengharap kebaikan dan tabungan pahalanya di sisi Allah. Rasulullah berkata: “Duhai, itu adalah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan, dan aku memandang agar harta itu di sedekahkan kepada keluarga terdekatmu dahulu.” Abu Thalhah r.a. berkata: “Baik, saya akan lakukan wahai Rasulullah.” Maka Abu Thalhah membahagikannya kepada kerabat dan keluarga terdekatnya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 1392)
Keempat: Mendahulukan kerabat terdekat
Termasuk adab bagi orang yang bersedekah, hendaklah dia mendahulukan sedekahnya untuk diberikan kepada saudara kerabat terdekat yang memerlukannya. Ini adalah sebagaimana perintah Rasulullah kepada Abu Thalhah r.a. dalam hadis di atas. Juga Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sedekah kepada orang miskin mendapat satu sedekah, dan sedekah kepada saudara kerabat mendapat dua pahala: pahala sedekah dan pahala menyambung tali silaturrohim.” (Hadis Riwayat Ahmad, 4/18, Nasa’i, 2582, Ibnu Majah, 1844, Ibnu Hibban, 833, Hakim 1/417. Syaikh al-Albani menyatakan hadis ini hasan dalam kitabnya al-Irwa no. 88)
Kelima: Mengutamakan Kepada Mereka Yang Memerlukan
Hendaklah orang yang memberii sedekah mengutamakan orang-orang yang memerlukan dan dia menjalankan ketaatan kepada Allah s.w.t.. Jangan sehingga tersalah memberii sedekah kepada orang yang tidak berhak hingga membantunya untuk berbuat maksiat kepada Allah s.w.t.. Perhatikanlah hal ini dengan sebaik-nya.
Keenam: Menyembunyikan Sedekah
Hendaklah bagi orang yang bersedekah untuk menyembunyikan sedekahnya, kecuali apabila menampakkan sedekah mampu membawa maslahat (kebaikan/faedah).
Allah s.w.t. berfirman: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya, dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebahagian kesalahan-kesalahanmu dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah [2]: 271)
Rasulullah s.a.w. menyebutkan tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, di antaranya adalah:
“Seseorang yang bersedekah kemudian dia menyembunyikan sedekahnya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kanannya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 629. Muslim, no. 1031)
Ketujuh: Lembut kepada fakir-miskin dan jangan diungkit-ungkit
Allah s.w.t. berfirman: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhuwatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah [2]: 262)
Kedelapan: Jangan rakus/tamak dengan harta dari dunia yang fana
Dunia adalah tempat singgah sementara setiap insan, bukan tempat akhir kehidupannya. Kehidupan yang abadi adalah di alam akhirat, maka tidak wajar bagi manusia untuk menimbun/mengumpul harta tanpa menunaikan hak harta tersebut. Janganlah kita menjadi orang yang tamakkan harta sehingga melupakan akhirat.
Dari Abu Hurairoh r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hati seseorang yang tua akan tetap muda untuk mencintai dua perkara, (iaitu) hidup lama dan cinta harta.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 6420. Muslim, no. 1046)
Rasulullah s.a.w. juga bersabda: “Andaikan Ibnu Adam (anak keturunan Adam) mempunyai dua telaga berisi harta, nescaya dia akan menuntut telaga yang ketiga. Dan tidaklah dada Ibnu Adam itu terpenuhi kecuali oleh tanah. Allah Maha menerima taubat orang yang bertaubat kepadanya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 6439. Muslim, no. 1048)
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah ketika menjelaskan hadis-hadis di atas beliau berkata:
“Maksud dari ini semua adalah peringatan akan bahayanya menyibukkan diri dengan harta dan bahaya terfitnah dengannya. Hendaknya seseorang muslim menguatkan tekad dan keinginannya untuk beramal menuju kampung akhirat. Jangan tersibukkan dengan dunia dan segala perhiasannya, kerana dia tidak diciptakan untuk tujuan dunia, akan tetapi diciptakan untuk beramal menuju akhirat, maka tidak wajar untuk menyibukkan diri dengan sesuatu yang dia tidak diciptakan untuk hal itu.” (az-Zakat fil Islam, hlm. 517)
Waktu yang paling utama untuk mengeluarkan sedekah adalah ketika kita sihat dan senang terhadap harta (memiliki harta). Ini adalah berdasarkan hadis berikut:
Ada seseorang yang datang menemui nabi dan berkata: “Wahai Rosulullah s.a.w., sedekah apakah yang paling besar pahalanya?” Rasulullah menjawab: “Engkau bersedekah, sedangkan engkau dalam keadaan sihat dari bakhil, takut miskin dan berharap kaya. Jangan engkau menunda sedekah, hingga maut telah sampai tenggorokan baru engkau berkata: “Untuk sifulan sekian, sifulan sekian, padahal hartamu sudah milik orang lain (iaitu ahli warisnya).” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 2597. Muslim, no. 1092).
Oleh karena itu, jika kita mengulurkan tangan untuk membantu dan menolong saudara kita, dengan cara melepaskan kesulitannya, menghilangkan kesedihannya, memenuhi keperluannya, membantu pekerjaannya, maka kita telah mempunyai andil dalam kebaikan. Dan kita telah melakukan sedekah yang insya Allah diterima di sisi Allah SWT.
Begitulah, Islam telah menyediakan jalan-jalan menuju kebaikan yang mudah dicapai. Islam pun telah menetapkan perbuatan-perbuatan baik itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kemampuan manusia. Jika kita tidak mampu mendaimaikan saudara kita yang bertikai, tidak dapat menolong saudara kita yang lemah, tidak dapat membantu memenuhi kebutuhan saudara kita, maka Islam telah menyediakan jalan yang lebih mudah dari itu semua, yaitu perkataan yang baik dan mulia yang menjadi penyebab lahirnya rasa kasih saying dan cinta kasih diantara sesama manusia.
Hal itu sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah SAWW dalam sebuah hadits :
اتقوا النار ولو بشق تمرة, فمن لم يجد فبكلمة طيبة
“ Jauhilah neraka meskipun hanya dengan (sedekah) sebiji kurma, dan jika tidak mendapatkan, maka bicaralah dengan kalimat yang baik”

Perkataan yang mulia itu lebih baik daripada sedekah tetapi menyakiti perasaan orang yang diberi. Perkataan yang mulia adalah kunci sukses dakwah Rasulullah SAWW. Oleh karena itu, perkataan yang baik dan mulia inilah yang harus terus kita kembangkan di masyarakat kita sebagai sedekah termudah yang bisa kita lakukan jika kita tidak mampu untuk bersedekah dengar harta atau tenaga. Dengan perkataan yang baik dan mulia insyaAllah kita dapat menciptakan sebuah masyarakat yang baik, yang peka solidaritas sosialnya, yang saling menghormati diantara sesama manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar