Banyak sekali kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada
manusia. Dan Setiap nikmat yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya itu ada
sedekahnya. Sedekah itu sendiri mempunyai pengertian yang sangat luas. Tidak
terbatas kepada pemberian yang bersifat materi saja.
Banyak dari kita yang menganggap bahwa yang dinamakan sedekah
itu apabila seseorang memberikan materi baik berupa uang atau benda kepada
orang yang memerlukan. Kalau demikian pengertiannya maka sedekah itu mempunyai
pengertian yang sangat sempit. Tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat yang
luas yaitu saling membantu dan menolong supaya lahir rasa saling menyanyangi
dan memiliki. Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAWW bersabda :
على كل مسلم صدقة
“ Setiap muslim itu wajib bersedekah” (H.R. Imam
Bukhari dan Muslim)
Hakikat sedekah yang dikehendaki hadits di atas adalah
sedekah dalam pengertian yang luas yang tidak difardhukan kepada orang-orang
kaya saja melainkan juga kepada orang –orang miskin. Sedekah yang tidak
terbatas kepada uang dan harta kekayaan saja , tetapi juga berkaitan dengan
anggota tubuh, misalnya perasaan saling menyayangi diantara anggota masyarakat.
Dalam kesempatan lain Rasulullah SAWW bersabda :
ليس من نفس ابن
ادم الآ عليها صدقة, فى كل يوم طلعت فيه الشمس
“ Tidak ada
satu jiwa anak Adam kecuali harus mengeluarkan sedekah setiap hari terbit
matahari menyinarinya” (H.R. Ibnu Hibban)
Inti dari sedekah adalah kebaikan. Dan pintu-pintu kebaikan
itu sangat banyak sekali. Rasulullah SAW dalam hadits Ibnu Hibban menjelaskan :
“ Sesungguhnya
pintu-pintu kebaikan itu banyak sekali, tasbih, tahmid, tahlil, memerintahkan
untuk berbuat baik dan mencegah berbuat munkar atau jelek, melemparkan duri
dari jalan, memperdengarkan yang tuli, menunjuki yang buta, menunjukkan jalan
kepada orang yang meminta petunjuk, berusaha menolong orang yang bersedih hati
dan meminta pertolongan kepada kedua kakimu, membawakan beban orang yang lemah
dengan kekuatan tanganmu, semuanya merupakan sedekah darimu untuk dirimu”
Berdasarkan hadits tadi, Rasulullah SAWW mengajak setiap
muslim agar dapat berbuat sesuatu untuk orang lain sesuai dengan kemampuannya,
baik dengan materiil maupun moril. Beliau menginginkan supaya setiap mukmin
mempunyai jiwa yang aktif dan progresif dalam melakukan kebaikan-kebaikan.
Tidak hanya pada sesuatu yang bernilai ekonomis belaka, tetapi juga rasa kasih
sayang, rasa cinta dan persaudaraan diantara anggota masyarakat.
Dalam sebuah hadits Bukhari-Muslim, Rasulullah SAWW
menegaskan, bahwa setiap tulang persendian manusia harus disedekahi setiap
hari. Tulang persendian manusia –menurut dokter ahli- sebanyak 248 tulang, maka
sepantasnya setiap muslim untuk menzakati tulang-tulang tersebut.
Akan tetapi, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa pintu-pintu
untuk berbuat baik sangat banyak, bahkan lebih banyak dari tulang-tulang
persendian manusia. Mendamaikan dua orang yang sedang bertikai, menghilangkan
duri di jalan, menunjuki jalan orang yang tersesat, dan masih banyak lagi hal
lain,yang semua itu adalah jalan sedekah yang dapat kita lalui sehingga kita
mempunyai ketaatan yang sempurna di sisi Allah SWT.
Dalam sebuah hadts riwayat Imam Thabrani,
Rasulullah SAWW bersabda :
من مشى فى حاجة
أخيه كان خيرا له من اعتكاف عشر سنين
“ Siapa yang
berjalan untuk membantu keperluan saudaranya, maka hal itu lebih baik baginya
daripada i’tikaf selama sepuluh tahun”
Dari hadits di atas dapat disimpulkan, bahwa sesuatu
pekerjaan yang dapat bermanfaat bagi orang lain -dalam pandangan Islam- itu
lebih utama dibandingkan dengan pekerjaan yang berwujud ibadah sunnah. Bahkan
Rasulullah pernah mengatakan bahwa mendamaikan dua pihak yang bertikai itu
lebih utama dibanding ibadah shalat sunnah , puasa sunnah serta sedekah sunnah.
Imam al-Ashfahani rahimahullah
mengatakan: “Sedekah adalah apa yang dikeluarkan seseorang dari hartanya untuk
mendekatkan diri kepada Allah s.w.t..
Contohnya zakat. Akan tetapi, kata
sedekah lebih sering digunakan untuk sedekah yang sunnah, manakala zakat untuk
sedekah yang wajib.” (Mufrodat al-Fazh al-Qur’an hal. 480, oleh al-Ashfahani)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah
berkata: “Dinamakannya sedekah, kerana dengan sedekah menunjukkan kejujuran
orang yang memberinya. Harta itu disenangi oleh jiwa, apabila engkau
menyedekahkan apa yang engkau senangi, maka hal itu sebagai dalil bahawa engkau
jujur dan tulus dalam melakukannya.” (Syarah Riyadhus Sholihin, 3/161, oleh
Ibnu Utsaimin rahimahullah).
Keutamaan sedekah sangat banyak, di antaranya adalah:
Keutamaan sedekah sangat banyak, di antaranya adalah:
1.
Melaksanakan perintah Allah:
Tidak ragu lagi,
orang yang menunaikan sedekah, sama ada yang wajib atau yang sunnah bererti dia
telah merealisasikan perintah Allah - yang termaktub dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang
yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebahagian dari rezeki yang telah
Kami berikan kepadamu, sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi
jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang
yang zalim.” (al-Baqoroh [2]: 254)
Syaikh
Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata:
“Allah ‘azza wa
jalla menganjurkan kepada segenap kaum muslimin untuk berinfak pada seluruh
jalan kebaikan. Allah ‘azza wa jalla mengingatkan mereka bahawa nikmat yang
diperolehi manusia adalah pemberian dari Allah s.w.t., Dia yang telah
memberikan rezeki, Dia yang telah mencurahkan kepelbagaian bentuk kenikmatan.
Allah tidak memerintahkan untuk mengeluarkan seluruh harta yang mereka miliki,
akan tetapi Allah menggunakan huruf “Min” yang menunjukkan sebahagian. Inilah
yang seharusnya mendorong manusia untuk berinfak. Allah mengkhabarkan pula
bahawa infak dan sedekah akan menjadi tabungan di sisi Allah sebagai bekal pada
hari yang mana di saat itu tidak berguna lagi jual beli dan semisalnya.”
(Taisir Karimir Rahman hlm. 111)
2.
Ganjaran yang berlipat ganda:
Allah berfirman: “Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah seperti sebiji benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha mengetahui. (al-Baqarah
[2]: 261)
Imam Ibnul Qoyyim
rahimahullah mengatakan: “Ayat ini seolah-olah bagaikan penjelas tentang ukuran
lipatan ganjaran pahala yang disiapkan bagi orang yang berinfak. Allah s.w.t.
membuat permisalan seperti ini agar tergambar dalam akal manusia. Dia membuat
permisalan dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, yang pada
tiap-tiap tangkai mengandungi seratus biji. Hingga hati terasa melihat langsung
berlipatnya pahala infak, sebagaimana mata melihat langsung terhadap benih-benih
tersebut. Akhirnya terkumpullah kenyataan yang jelas dan kenyataan iman, hingga
iman orang yang berinfak semakin kuat dan jiwanya terdorong untuk berinfak.”
(Asyjar Ibnul Qoyyim him. 43 oleh Majid bin Muhammad)
3.
Penghapus kesalahan dan dosa
Manusia tidak
luput dari dosa dan kesalahan. Tidak ada yang maksum di dunia ini kecuali para
nabi dan rasul. Dengan hikmahnya yang agung, Allah s.w.t. menjadikan sedekah
sebagai salah satu penghapus dosa dan kesalahan yang kita perbuat. Allah s.w.t.
berfirman:
“Jika kamu
menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu
menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(al-Baqarah [2]: 271)
Rasulullah s.a.w.
bersabda: “Dan itu sedekah menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan
api.” (Hadis Riwayat at-Tirmidzi, no. 2616. Ahmad, 5/230. Ibnu Majah, no. 3973.
Hakim 2/412. Ibnu Hibban, no. 214. Lihat al-Irwa, 413)
4.
Kebaikan/Kebajikan yang sempurna diraih melalui sedekah.
Allah berfirman: “Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali Imran [3]: 92)
5.
Diganti dengan yang lebih baik
Jangan khuwatir
bahawa dengan sedekah yang kita keluarkan. Kerana Allah akan menggantinya,
perhatikan firman Allah s.w.t. berikut ini:
“Katakanlah:
"Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di
antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang
dikehendaki-Nya)." Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah
akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (Saba’ [34]:
39)
Rasulullah s.a.w.
bersabda: “Tidaklah berpagi hari seseorang hamba, kecuali dua
malaikat turun dan salah satunya berkata: “Ya Allah, berilah orang yang
berinfaq gantinya,” Yang satunya berkata pula: “Ya Allah, berilah orang yang bakhil
gantinya dengan hilang apa yang ada padanya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 1374,
Muslim, no. 1010)
Adab Bersedekah
Ketahuilah,
bahawa infak itu mencakupi seluruh sedekah yang wajib seperti zakat mahupun
yang sunnah. Ada beberapa adab yang perlu diperhatikan bagi orang yang hendak
bersedekah:
Pertama: Luruskan
Niat
Hendaklah orang
yang bersedekah supaya meluruskan niatnya. Hendaklah yang ia cari hanya Wajah
Allah s.w.t. semata, bukan kerana riya’ atau ingin dipuji manusia dengan
dikatakan dermawan. Rasulullah s.a.w. bersabda (yang ertinya): “Ada seseorang
yang Allah beri keluasan harta, kemudian dia mengakui nikmat tersebut pada hari
kiamat. Dia ditanya: “Lantas apa yang engkau kerjakan dengan nikmat tersebut?”
Dia menjawab: “Aku salurkan ke jalan yang Engkau cintai. Tidak ada satu pun
jalan yang Engkau cintai kecuali aku berinfak di dalamnya.” Allah berkata:
“Engkau dusta! Akan tetapi engkau melakukan hal itu semua kerana ingin
dikatakan dermawan, dan engkau telah mendapatkannya!” Akhirnya orang tersebut
ditarik wajahnya dan dicampakkan ke dalam neraka.” (Hadis Riwayat Muslim, no.
1905)
Kedua: Dan harta
yang halal
Dari Ibnu Umar
r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak akan diterima solat
tanpa thoharoh (bersuci), dan tidak akan diterirna pula sedekah dari harta
ghulul.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 224)
Yang dimaksudkan
dengan ghulul adalah khianat, asalnya ghulul adalah mencuri harta ghonimah
(rampasan perang) sebelum dibahagikan. (Syarah Sahih Muslim, 1/203)
Ketiga: Sedekah
dengan harta yang paling dicintai.
Allah s.w.t.
berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (al-Baqarah [2]: 267)
Anas menyatakan:
“Abu Thalhah adalah orang Anshor Madinah yang paling banyak hartanya berupa
kebun-kebun kurma. Dan harta yang paling dia cintai adalah kebun di Bairuhaa
(di daerah Madinah). Ketika dia di dalam masjid, turun ayat kepada Rasulullah
yang berbunyi:
“Kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempuma), sebelum kamu menafkahkan
sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan. Maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Ali Imran [3]: 92)
“Abu Thalhah r.a.
berkata: “Wahai Rasulullah, Allah telah berfirman, “Kamu sekali-kali tidak
sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian
harta yang kamu cintai.” Dan harta yang paling aku cintai adalah kebun kurma
yang berada di Bairuhaa, dan kebun itu sekarang aku sedekahkan kerana Allah, aku
mengharap kebaikan dan tabungan pahalanya di sisi Allah. Rasulullah berkata:
“Duhai, itu adalah harta yang menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang
engkau katakan, dan aku memandang agar harta itu di sedekahkan kepada keluarga
terdekatmu dahulu.” Abu Thalhah r.a. berkata: “Baik, saya akan lakukan wahai
Rasulullah.” Maka Abu Thalhah membahagikannya kepada kerabat dan keluarga
terdekatnya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 1392)
Keempat:
Mendahulukan kerabat terdekat
Termasuk adab
bagi orang yang bersedekah, hendaklah dia mendahulukan sedekahnya untuk
diberikan kepada saudara kerabat terdekat yang memerlukannya. Ini adalah
sebagaimana perintah Rasulullah kepada Abu Thalhah r.a. dalam hadis di atas.
Juga Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sedekah kepada
orang miskin mendapat satu sedekah, dan sedekah kepada saudara kerabat mendapat
dua pahala: pahala sedekah dan pahala menyambung tali silaturrohim.” (Hadis
Riwayat Ahmad, 4/18, Nasa’i, 2582, Ibnu Majah, 1844, Ibnu Hibban, 833, Hakim
1/417. Syaikh al-Albani menyatakan hadis ini hasan dalam kitabnya al-Irwa no.
88)
Kelima:
Mengutamakan Kepada Mereka Yang Memerlukan
Hendaklah orang
yang memberii sedekah mengutamakan orang-orang yang memerlukan dan dia
menjalankan ketaatan kepada Allah s.w.t.. Jangan sehingga tersalah memberii
sedekah kepada orang yang tidak berhak hingga membantunya untuk berbuat maksiat
kepada Allah s.w.t.. Perhatikanlah hal ini dengan sebaik-nya.
Keenam:
Menyembunyikan Sedekah
Hendaklah bagi
orang yang bersedekah untuk menyembunyikan sedekahnya, kecuali apabila
menampakkan sedekah mampu membawa maslahat (kebaikan/faedah).
Allah s.w.t.
berfirman: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah
baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya, dan kamu berikan kepada
orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan
menghapuskan dari kamu sebahagian kesalahan-kesalahanmu dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (al-Baqarah [2]: 271)
Rasulullah s.a.w.
menyebutkan tujuh golongan yang mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada
naungan kecuali naungan-Nya, di antaranya adalah:
“Seseorang yang
bersedekah kemudian dia menyembunyikan sedekahnya hingga tangan kirinya tidak
mengetahui apa yang disedekahkan tangan kanannya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no.
629. Muslim, no. 1031)
Ketujuh: Lembut
kepada fakir-miskin dan jangan diungkit-ungkit
Allah s.w.t.
berfirman: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan
menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima),
mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhuwatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah [2]: 262)
Kedelapan: Jangan
rakus/tamak dengan harta dari dunia yang fana
Dunia adalah tempat
singgah sementara setiap insan, bukan tempat akhir kehidupannya. Kehidupan yang
abadi adalah di alam akhirat, maka tidak wajar bagi manusia untuk
menimbun/mengumpul harta tanpa menunaikan hak harta tersebut. Janganlah kita
menjadi orang yang tamakkan harta sehingga melupakan akhirat.
Dari Abu Hurairoh
r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hati seseorang yang tua
akan tetap muda untuk mencintai dua perkara, (iaitu) hidup lama dan cinta
harta.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 6420. Muslim, no. 1046)
Rasulullah s.a.w.
juga bersabda: “Andaikan Ibnu Adam (anak keturunan Adam) mempunyai
dua telaga berisi harta, nescaya dia akan menuntut telaga yang ketiga. Dan
tidaklah dada Ibnu Adam itu terpenuhi kecuali oleh tanah. Allah Maha menerima
taubat orang yang bertaubat kepadanya.” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 6439.
Muslim, no. 1048)
Syaikh Ibnu Baz
rahimahullah ketika menjelaskan hadis-hadis di atas beliau berkata:
“Maksud dari ini
semua adalah peringatan akan bahayanya menyibukkan diri dengan harta dan bahaya
terfitnah dengannya. Hendaknya seseorang muslim menguatkan tekad dan
keinginannya untuk beramal menuju kampung akhirat. Jangan tersibukkan dengan
dunia dan segala perhiasannya, kerana dia tidak diciptakan untuk tujuan dunia,
akan tetapi diciptakan untuk beramal menuju akhirat, maka tidak wajar untuk
menyibukkan diri dengan sesuatu yang dia tidak diciptakan untuk hal itu.”
(az-Zakat fil Islam, hlm. 517)
Waktu yang paling
utama untuk mengeluarkan sedekah adalah ketika kita sihat dan senang terhadap
harta (memiliki harta). Ini adalah berdasarkan hadis berikut:
Ada seseorang
yang datang menemui nabi dan berkata: “Wahai Rosulullah s.a.w., sedekah apakah
yang paling besar pahalanya?” Rasulullah menjawab: “Engkau bersedekah,
sedangkan engkau dalam keadaan sihat dari bakhil, takut miskin dan berharap
kaya. Jangan engkau menunda sedekah, hingga maut telah sampai tenggorokan baru
engkau berkata: “Untuk sifulan sekian, sifulan sekian, padahal hartamu sudah
milik orang lain (iaitu ahli warisnya).” (Hadis Riwayat Bukhari, no. 2597.
Muslim, no. 1092).
Oleh karena itu, jika kita mengulurkan tangan untuk membantu
dan menolong saudara kita, dengan cara melepaskan kesulitannya, menghilangkan
kesedihannya, memenuhi keperluannya, membantu pekerjaannya, maka kita telah
mempunyai andil dalam kebaikan. Dan kita telah melakukan sedekah yang insya
Allah diterima di sisi Allah SWT.
Begitulah, Islam telah menyediakan jalan-jalan menuju
kebaikan yang mudah dicapai. Islam pun telah menetapkan perbuatan-perbuatan
baik itu bertingkat-tingkat sesuai dengan kemampuan manusia. Jika kita tidak
mampu mendaimaikan saudara kita yang bertikai, tidak dapat menolong saudara
kita yang lemah, tidak dapat membantu memenuhi kebutuhan saudara kita, maka
Islam telah menyediakan jalan yang lebih mudah dari itu semua, yaitu perkataan
yang baik dan mulia yang menjadi penyebab lahirnya rasa kasih saying dan cinta
kasih diantara sesama manusia.
Hal itu sesuai dengan yang disabdakan Rasulullah SAWW dalam
sebuah hadits :
اتقوا النار ولو
بشق تمرة, فمن لم يجد فبكلمة طيبة
“ Jauhilah
neraka meskipun hanya dengan (sedekah) sebiji kurma, dan jika tidak
mendapatkan, maka bicaralah dengan kalimat yang baik”
Perkataan yang mulia itu lebih baik daripada sedekah tetapi
menyakiti perasaan orang yang diberi. Perkataan yang mulia adalah kunci sukses
dakwah Rasulullah SAWW. Oleh karena itu, perkataan yang baik dan mulia inilah
yang harus terus kita kembangkan di masyarakat kita sebagai sedekah termudah
yang bisa kita lakukan jika kita tidak mampu untuk bersedekah dengar harta atau
tenaga. Dengan perkataan yang baik dan mulia insyaAllah kita dapat menciptakan
sebuah masyarakat yang baik, yang peka solidaritas sosialnya, yang saling
menghormati diantara sesama manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar