HUMAN WITH A HOPE AND KNOWLEDGE
Oleh
Siti Mabruroh
Seperti yang kita ketahui manusia itu memiliki akal pikiran
yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan karena situasi dan kondisi alam di
mana dia hidup selalu berubah-rubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa
penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menantang dan
menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal
yang terjadi di sekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak,
dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh di atasnya, berkembang, berbuah, dan
melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku di atas permukaannya. Dan didalam siang
dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaktian dan kejahatan,
sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati, dan
sebagainya, yang meliputi dan melingkupi kehidupan manusia. Hal-hal seperti
itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan dia termenung, merenungkan segala
sesuatu. Dia berpikir dan berpikir, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia
memikirkan dirinya sebagai mikro-kosmos dan memikirkan jagat raya sebagai
makro-kosmos. Dia memikirkan juga alam ghaib, alam di balik dunia yang nyata
ini, alam metafisika. Dan diapun mulai membangun pemikiran filsafat.
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani:
”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai
bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan
Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin;
dan “falsafah” dalam bahasa Arab. Para filsuf memberi batasan yang berbeda-beda
mengenai filsafat, namun batasan yang berbeda itu tidak mendasar. Selanjutnya
batasan filsafat dapat ditinjau dari dua segi yaitu secara etimologi dan secara
terminologi. Secara etimologi, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu
falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia – philien : cinta dan
sophia : kebijaksanaan. Jadi bisa dipahami bahwa filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. Dan seorang filsuf adalah pencari kebijaksanaan, pecinta
kebijaksanaan dalam arti hakikat.
Sebagai manusia
tentu dalam benak kita pernah berfikir mengapa kita harus belajar filsafat. Belajar
filsafat dapat membantu kita mengetahui kapan munculnya ilmu pengetahuan serta
agar kita mampu berpikir sistematis, kritis untuk memperoleh kebenaran.
Filsafat
sendiri memiliki banyak pengertian menurut pandangan beberapa ahli,
diantaranya:
Plato (428 -348 SM): Filsafat tidak lain dari pengetahuan
tentang segala yang ada.
Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban
filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian
filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah
dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah
sebagai “ibu dari semua seni“ ( the mother of all the arts“ ia juga
mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) :
filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu umum, yang
jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan.
Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran
dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai
Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia
dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
Notonegoro: Filsafat menelaah hal-hal yang
dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah ,
yang disebut hakekat.
Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang
sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang
kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
Sidi Gazalba: Berfilsafat ialah mencari kebenaran
dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan,
dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ): (1)
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam
yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik
atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2)
Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3)
Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan
pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian
manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry: Ilmu Filsafat
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan
itu.
Prof. Mr.Mumahamd Yamin: Filsafat
ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya
didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. : Filsafat
ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya secara
sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal,
integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki
(pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Bertrand Russel: Filsafat
adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains.
Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai
masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh,
tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian
akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
Imanuel Kant (
1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal
dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1. Apakah yang dapat kita kerjakan?
(jawabannya metafisika )
2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan?
(jawabannya Etika )
3. Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya
Antropologi )
4. Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya
Agama )
Secara umum filsafat dapat dijelaskan
sebagai studi tentang seluruh fenomena
kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep
mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan
percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari
solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi
tertentu. Akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses
dialektika. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika
bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang
sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat
menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping
nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, rasa penasaran dan
ketertarikan. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling
dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan
sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Mengambil salah satu pandangan mengenai filsafat yang
dipaparkan oleh Imanuel Kant yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang
didalamnya tercakup empat komponen yaitu, apa yang dapat kita kerjakan, apa yang
seharusnya kita kerjakan, apa yang dinamakan manusia dan sampai dimanakah
harapan kita. Semua komponen tersebut sangat berpengaruh dalam segala
pengetahuan di dunia ini, namun disini saya lebih menekankan kepada manusia,
mengapa? Karena yang memiliki harapan adalah manusia dan untuk menggapai harapannya
tersebut manusia akan tahu apa yang akan ia kerjakan dengan pengetahuan yang ia
miliki. Lalu siapakah manusia itu?
Manusia secara
bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari kata
nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang berarti
jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat
lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang
baru disekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus membedakannya
secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan mahluk yang
berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut yang
menentukan manusia hakekat manusia. Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan
sehingga berbeda dengan mahluk yang lain. Manusia dalam memiliki karya dapat
dilihat dalam seting sejarah dan seting psikologis situasi emosional an
intelektual yang melatarbelakangi karyanya. Dari karya yang dibuat manusia
tersebut menjadikan ia sebagai mahluk yang menciptakan sejarah. Manusia juga
dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis, dalam pandangan ini
melengkapi dari pandangan yang sesudahnya dengan melengkapi sisi trasendensi
dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental. Pengetahuan pencipta tentang
ciptaannya jauh lebih lengkap dari pada pengetahuan ciptaan tentang dirinya.
(Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Berbicara
tentang manusia maka yang tergambar dalam fikiran adalah berbagai macam
perfektif, ada yang mengatakan masnusia adalah hewan rasional (animal rasional)
dan pendapat ini dinyakini oleh para filosof. Sedangkan yang lain menilai
manusia sebagai animal simbolik adalah pernyatakan tersebut dikarenakan manusia
mengkomunikasikan bahasa melalui simbol-simbol dan manusia menafsirkan
simbol-simbol tersebut. Ada yang lain menilai tentang manusia adalah sebagai
homo feber dimana manusia adalah hewan yang melakukan pekerjaan dan dapat gila
terhadap kerja. Manusia memang sebagai mahluk yang aneh dikarenakan disatu
pihak ia merupakan “mahluk alami”, seperti binatang ia memerlukan alam untuk
hidup. Dipihak lain ia berhadapan dengan alam sebagai sesuatu yang asing ia
harus menyesuaikan alam sesuai dengan kebutuh-kebutuhannya. Manusia dapat
disebut sebagai homo sapiens, manusia arif memiliki akal budi dan mengungguli
mahluk yang lain. Manusai juga dikatakan sebagai homo faber hal tersebut
dikarenakan manusia tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya. Salah
satu bagian yang lain manusia juga disebut sebagai homo ludens (mahluk yang
senang bermain). Manusia dalam bermaian memiliki ciri khasnya dalam suatu
kebudayaan bersifat fun. Fun disini merupakan kombinasi lucu dan menyenangkan.
Permaianan dalam sejarahnya juga digunakan untu memikat dewa-dewa dan bahkan
ada suatu kebudayaan yang menganggap permainan sebagai ritus suci. (K.
Bertens, Panorama Filsafat Modern, 2005)
Marx menunjukan perbedaan antara
manusia dengan binatang tentang kebutuhannya, binatang langsung menyatu dengan
kegiatan hidupnya. Sedangkan manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek
kehendak dan kesadarannya. Binatang berproduksi hanya apa yang ia butuhkan
secara langsung bagi dirinya danketurunnya, sedangkan manusia berproduksi
secara universal bebas dari kebutuhan fisik, ia baru produksi dari yang sesungguhnya
dalam kebebasan dari kebutuhannya. Manusia berhadapan bebas dari produknya dan
binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya, manusia
berproduksi mnurut berbagai jenis dan ukuran dengan objek yang inheren,
dikarenakan manusia berproduksi menurut hukum-hukum keindahan. Manusia dalam
bekerja secara bebas dan universal, bebas I dapat bekerja meskipun tidak
merasakan kebutuhan langsung, universal dikarenakan ia dapat memakai beberapa
cara untuk tujuan yang sama. Dipihak yang lain ia dapat menghadapi alam tidak
hanya dalam kerangka salah satu kebutuhan. Oleh sebab itu menurut Marx manusia
hnya terbuka pada nilai-nilai estetik dan hakekat perbedaan manusia dengan
binatang adalah menunjukan hakekat bebas dan universal.(Franz Magnis Suseno, Pemikiran
Karl Marx, 1999).
Antropologi adalah merupakan salah satu
dari cabang filsafat yang mempersoalkan tentang hakekat manusia dan sepanjang
sejarahnya manusia selalu mempertanyakan tentang dirinya, apakah ia sedang
sendirian, yang kemudian menjadi perenungan tentang kegelisahan dirinya,
ataukah ia sedang dalam dinamika masyarakat dengan mempertanyakan tentang makna
hidupnya ditengan dinamika perubahan yang kompleks, dan apakah makna
keberadaannya ditengah kompleksitas perubahan itu? Pertanyaan tentang hakekat
manusia merupkan pertanyaan kuno seumur keberadaan manusia dimuka bumi. Dalam
jawaban tentang manusia tidak pernah akan selesai dan dianggap tidak pernah
sampai final dikarenakan realitas dalam keling manusia selalu baru, meskipun
dalam subtansinya tidak berubah.(Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999)
Manusia menurut Paulo Freire mnusia
merupakan satu-satunya mahluk yang memiliki hubungan dengan dunia. Manusia
berbeda dari hewan yang tidak memiliki sejarah, dan hidup dalam masa kini yang
kekal, yang mempunyai kontak tidak kritis dengan dunia, yang hanya berada dalam
dunia. Manusi dibedakan dari hewan dikarenakan kemampuannya untuk melakukan
refleksi (termasuk operasi-operasi intensionalitas, keterarahan, temporaritas
dan trasendensi) yang menjadikan mahluk berelasi dikarenakan kapasitasnya untuk
meyampaikan hubungan dengan dunia. Tindakan dan kesadaran manusia bersifat
historis manusia membuat hubungan dengan dunianya bersifat epokal, yang
menunjukan disini berhubungan disana, sekarang berhubungan masa lalu dan
berhubungan dengan masa depan. manusia menciptakan sejarah juga sebaliknya
manusia diciptakan oleh sejarah. (Denis Collin, Paulo Freire Kehidupan,
Karya dan Pemikirannya, 2002)
Seperti yang sudah dijelaskan diatas
bahwa manusia itu istimewa oleh karena itu manusia selalu memiliki harapan. Hal
ini berkaitan dengan kepercayaan yang mereka miliki mengenai zat yang Maha Esa
yaitu Tuhan. Sebesar apa harapan yang dimiliki oleh manusia menunjukkan sejauh
mana ia mengimani Tuhannya. Mengapa setiap orang harus memiliki harapan? Harapan
adalah sebuah kata yang dapat langsung membangkitkan perasaan yang mendalam
bagi siapapun yang mendengar ataupun membicarakannya. Ada banyak definisi dari
harapan. Entah yang dihubungkan dengan kepercayaan diri maupun dapat berarti
landasan untuk melakukan perubahan demi suatu perbaikan bagi pribadi dan
sosial. Untuk
merealisasikan harapannya manusia membentuk sebuah kerangka mengenai harapan
dan apa yang akan ia lakukan untuk mencapai harapannya tersebut melalui visi dan
misi tertentu.
Berhubungan dengan harapan yang dimiliki manusia
tersebut, kepercyaan atau agama menjadi jawaban dari sejauh mana harapan
manusia tersebut. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa manusia
membutuhkan agama atau kepercayaan dalam hidupnya. Dalam kehidupan
manusia, agama merupakan hal yang terpenting
untuk di anut oleh setiap individu. Tanya kenapa? Mengapa Manusia Membutuhkan Agama?. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia dijelaskan bahwa Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan
kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya. Agama sangat
penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama merupakan : sumber
moral, petunjuk kebenaran, sumber informasi tentang masalah metafisika, dan bimbingan
rohani bagi manusia baik di kala suka maupun duka, dapat dibayangkan
bagaimana jadinya jika kehidupan manusia tidak beragama. Nah itu dia jawaban
mengapa kita membutuhkan agama dalam kehidupan kita ini.
Selain membutuhkan agama manusia juga membutuhkan
pengetahuan, mengapa manusia membutuhkan pengetahuan? Manusia membutuhkan
pengetahuan karena manusia mempunyai sifat rasa ingin tahu
tentang sesuatu, dan rasa ingin tahu itu selalu
berkembang dari waktu ke waktu, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia yang selalu berubah dan meningkat dari waktu kewaktu.
Sedangkan Unsur-Unsur yang dapat
membantu manusia untuk memiliki pengetahuan dalam hidupnya :
1. Pengalaman
Hal yang pertama dan paling utama yang mendasarkan pengetahuan adalah
pengalaman. Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa yang terjadi dalam diri
manusia dalam interaksinya dengan alam, lingkungan dan kenyataan, termasuk Yang
Ilahi. Pengalaman terbagi menjadi dua: (1) pengalaman primer, yaitu pengalaman
langsung akan persentuhan indrawi dengan benda-benda konkret di luar manusia
dan peristiwa yang disaksikan sendiri; (2) pengalaman sekunder, yaitu
pengalaman tak langsung atau reflektif mengenai pengalaman primer. Sekedar
contoh, saya dapat melihat teman-teman dengan kedua mata saya dan saya dapat
mendengar komentar teman-teman dengan kedua telinga saya. Inilah pengalaman
primer. Adapun pengalaman sekunder, saya sadar akan apa yang saya lihat dengan
kedua mata saya dan sadar akan apa yang saya dengar dengan kedua telinga saya. Paling
tidak, ada tiga ciri pokok pengalaman manusia. Pertama, pengalaman manusia yang
beraneka ragam. Kedua, pengalaman yang berkaitan dengan objek-objek tertentu di
luar diri kita sebagai subjek. Dan ketiga, pengalaman manusia selalu bertambah
seiring dengan pertambahan usia, kesempatan, dan kedewasaan.
2. Ingatan
Pengetahuan manusia juga didasarkan pada ingatan sebagai kelanjutan dari
pengalaman. Tanpa ingatan, pengalaman indrawi tidak akan bertumbuh menjadi
pengetahuan. Ingatan mengandalkan pengalaman indrawi sebagai sandaran ataupun
rujukan. Kita hanya dapat mengingat apa yang sebelumnya telah kita alami.
Kendati ingatan sering kabur dan tidak tepat, namun kita dalam kehidupan
sehari-hari selalu mendasarkan pengetahuan kita pada ingatan baik secara
teoritis dan praktis. Seandainya ingatan tak dapat kita andalkan maka kita tak
dapat melakukan tugas sehari-hari seperti mengenal sahabat, pacar, dan
lain-lain. Tanpa ingatan, kegiatan penalaran kita menjadi mustahil. Karena
untuk bernalar dan menarik kesimpulan dalam premis-premisnya kita menggunakan
nalar. Ingatan
tidak selalu benar dan karenanya tidak selalu merupakan bentuk pengetahuan.
Agar ingatan dapat dijadikan rujukan dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya bagi pengetahuan, setidaknya ada dua syarat yang harus dipenuhi
yakni: (1) kesaksian dan (2) konsisten.
3. Kesaksian
“Kesaksian” dimaksudkan untuk penegasan sesuatu sebagai benar oleh seorang
saksi kejadian atau peristiwa, dan diajukan kepada orang lain untuk dipercaya.
“Percaya” dimaksudkan untuk menerima sesuatu sebagai benar yang didasarkan pada
keyakinan dan kewenangan atau jaminan otoritas orang yang memberi kesaksian.
Dalam mempercayai suatu kesaksian, kita tidak memiliki cukup bukti intrinsik
untuk kebenarannya. Yang kita miliki hanyalah bukti ekstrinsik. Menurut
Descartes, beberapa pemikir menolak kesaksian sebagai salah satu dasar dan
sumber pengetahuan karena kesaksian bisa keliru dan bersifat menipu. Walaupun
demikian, ada beberapa pengetahuan yang kebenarannya dirujukkan kepada
kesaksian seperti sejarah, hukum, dan agama secara metodologis.
4. Minat dan Rasa
Ingin Tahu
Tidak semua pengalaman dapat dijadikan pengetahuan atau tidak semua
pengalaman berkembang menjadi pengetahuan. Untuk berkembang menjadi pengetahuan
subjek yang mengalami harus memiliki minat dan rasa ingin tahu. Minat
mengarahkan perhatian ke hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk
diperhatikan. Ini berarti bahwa dalam kegiatan mengetahui terdapat unsur
penilaian. Orang akan memperhatikan dan mengetahui apa apa yang ia anggap bernilai.
Dan rasa ingin tahu mendorong untuk bertanya dan menyelidiki apa yang
dialaminya dan menarik minatnya. Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Rasa ingin tahu terkait erat dengan pengalaman mengagumkan dan
mengesankan dengan keheranan yang dialami. Mengajukan pertanyaan yang tepat
mengandaikan bahwa orang tahu di mana ia tahu dan di mana ia tidak tahu. Maka,
mengajukan pertanyaan yang tepat adalah langkah pertama untuk memperoleh
jawaban yang tepat.
5. Pikiran dan
Penalaran
Kegiatan pokok pikiran dalam mencari kebenaran dalam pengetahuan adalah
penalaran. Bagi seorang guru, nalar adalah latihan intelektual untuk
meningkatkan akal budi anak didik. Bagi seorang advokat, nalar adalah cara
membela dan menyanggah kesaksian. Bagi ekonom, nalar adalah sarana membagi
sumber daya untuk meningkatkan efisiensi, daya guna, dan kemakmuran. Sedang,
bagi ilmuwan, nalar adalah metode merancang percobaan untuk memeriksa
hipotesis. Nalar dalam kehidupan kita sehari-hari selalu diartikan
rasionalitas. Nicholas Rescher mengatakan, “Bersikap rasional berarti
menggunakan kecerdasan untuk menentukan tindakan terbaik dalam suatu keadaan.”
Ini definisi kasar, tapi berguna sebagai landasan untuk membangun suatu
argumen. Penalaran adalah proses penarikan kesimpulan dari hal-hal yang telah
diketahui sebelumnya. Setidaknya ada tiga metode dalam proses penalaran.
Pertama, induksi yakni penalaran yang menarik kesimpulan umum (universal) dari
kasus-kasus tertentu (partikular). Kedua, deduksi yakni penalaran untuk
merumuskan sebuah hipotesis berupa pernyataan umum yang kemungkinan
pernyataannya masih perlu untuk diuji coba.
6. Logika
Logika didefenisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara shahih. Ada
dua cara penarikan kesimpulan, yaitu logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah terkait
dengan penarikan kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang
bersifat individual (khusus). Logika
Induktif erat kaitannya dengan penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.
7. Bahasa
Di samping logika penalaran juga mengandaikan bahasa. Tanpa bahasa manusia
tidak dapat mengungkapkan pengetahuannya. Dalam eksperimen antara bayi dan anak
kera yang lahir secara bersama waktunya, pada awalnya keduanya berkembang
hampir sejajar. Tapi seorang anak mulai bisa berbahasa, daya nalarnya menjadi
amat berekembang dan pengetahuan tentang diri sendiri serta lingkungannya
menjadi jauh melampaui kera seusianya.
8. Kebutuhan Hidup
Manusia
Dalam interaksinya dengan dunia dan lingkungannya manusia membutuhkan
pengetahuan. Maka, kebutuhan manusia juga dapat mendasari dan mendorong manusia
untuk mengembangkan pengetahuannya. Berbeda dengan binatang, manusia memperoleh
pengetahuan tidak hanya didasarkan pada instingtif tapi juga kreatif. Manusia
adalah makhluk yang mampu menciptakan alat, memiliki strategi, dan
kebijaksanaan dalam bertindak. Walaupun kebutuhan manusia yang mendasari pengetahuan termasuk ke dalam
dimensi pragmatis pengetahuan, tapi juga terdorong oleh rasa keingintahuan yang
dimiliki oleh manusia itu sendiri.
Semua orang
mengakui memiliki pengetahuan. Namun dari mana pengetahuan itu diperoleh atau
lewat apa pengetahuan itu di dapat. Dari sana timbul pertanyaan bagaimana kita
memperoleh pengetahuan atau dari mana sumber pengetahuan didapat. Sebelum
membahas sumber pengetahuan, terlebih dahulu mengetahui tentang hakikat
pengetahuan.
Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental.
Mengetahui sesuatu adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata
lain menyusun gambaran tentang fakta yang ada diluar akal. Ada dua teori
untuk mengetahui hakikat pengetahuan, yaitu:
1.
Realisme
Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut
realisme adalah gambaran atau copy yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam
nyata (dari fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal
adalah copy dari yang asli yang ada di luar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti
gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa
pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan.
2.
Idealisme
Idealisme adalah menegaskan bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang
benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah
proses-proses mental atau proses psikologis yang bersifat subjektif. Oleh
karena itu, pengetahuan bagi seorang idialis hanya merupakan gambaran subjektif
dan bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif dipandang sebagai suatu
yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan
menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran. Yang diberikan
pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang
mengetahui atau (subjek).
Setelah kita
mengetahui tentang hakikat pengetahuan dan pemaparan kedua madzhab yang
menjelaskan hakikat ilmu itu sendiri, maka yang menjadi pertanyaan lanjutan
adalah dari mana pengetahuan itu bersumber? Pengetahuan yang ada pada kita
diperoleh dengan menggunakan berbagai alat yang merupakan sumber pengetahuan
tersebut. Dalam hal ini
ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan:
1. Empirisme
Kata ini berasal dari kata Yunani empeirikos, artinya pengalaman. Menurut
aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila
dikembalikan kepada kata Yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman
inderawi. Dengan inderanya, manusia dapat mengatasi taraf hubungan yang
semata-mata fisik dan masuk ke dalam medan intensional, walaupun masih sangat
sederhana. Indera menghubungkan manusia dengan hal-hal konkret-material. Pengetahuan
inderawi bersifat parsial. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan antara indra
yang satu dengan indra yang lainnya, berhubungan dengan sifat khas fisiologis
indera dan dengan objek yang dapat ditangkap sesuai dengannya. Masing-masing
indra menangkap aspek yang berbeda mengenai barang atau makhluk yang menjadi
objeknya. Jadi pengetahuan inderawi berada menurut perbedaan indera dan
terbatas pada sensibilitas organ-organ tertentu.
2. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Dalam penyusunan ini akal menggunakan
konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud
dalam alam nyata yang bersifat universal. Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip
universal adalah abstraksi dari benda-benda kongkret, seperti hukum kausalitas
atau gambaran umum tentang benda tertentu. Kaum rasionalis yakin bahwa
kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh
dengan akal budi saja.
3. Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu
masalah dan tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Tanpa
melalui proses berfikir yang berliku-liku tiba-tiba saja dia sudah sampai
disitu. Jawaban atas permasalahan yang sedang dipikirkannya muncul dibenaknya
bagaikan kebenaran yang membukakan pintu. Atau bisa juga, intuisi ini bekerja
dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu
permasalahan ditemukan tidak tergantung waktu orang tersebut secara sadar
sedang menggelutnya. Namun intuisi ini bersifat personal dan tidak bisa
diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur maka
intuisi ini tidak bisa diandalkan.
4. Wahyu
Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.
Pengetahuan ini disalurkan oleh nabi-nabi yang diutusnya sepanjang zaman. Agama
merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang terjangkau
pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat transedental
seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di akhirat nanti.
Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan akan hal-hal yang ghaib (
supernatural ). Keparcayaan kepada tuhan yang merupakan sumber pengetahuan,
kepercayaan kepada nabi sebagai perantara dan kepercayaan terhadap wahyu
sebagai cara penyampaian, merupakan dasar dari penyusunan pengetahuan ini.
Kepercayaan merupakan titik tolak dalam agama. Suatu pernyataan harus dipercaya
dulu untuk dapat diterima: pernyataan ini bisa saja selanjutnya dikaji dengan
metode lain.
Apabila dikaitkan
dengan salah satu profesi yang fenomenal yang menjadi salah satu profesi
manusia yang juga menjadi komponen penting dalam penentu generasi bangsa yaitu
pendidik atau guru. Guru adalah manusia yang memiliki harapan, kepercayaan dan
tentunya memiliki pengetahuan, hal ini membuktikabn bahwa pendidik juga perlu
berfilsafat. Mengapa manusia berfisafat?
Apabila seseorang bertanya tentang sesuatu, maka
sebenarnya dia sudah berfilsafat, karena bertanya berarti ingin tahu dan
keingintahuan itu merupakan esensi dari filsafat. Akan tetapi pertanyaan
kefilsafatan yang sesungguhnya adalah pertanyaan yang sangat mendalam dan
serius. Pertanyaan kefilsatan memerlukan jawaban yang hakiki, dan setelah
mendapatkan jawaban, apabila meragukan maka jawaban itu akan dipertanyakan
kembali untuk mendapatkan jawaban yang lebih mendalam (hakiki). Jadi filsafat
adalah upaya pemikiran dan penyelidikan secara mendalam atau radikal (sampai ke
akar persoalan).
Dengan demikian pertanyaan filsuf
tidaklah sembarangan. Oleh karena itu pertanyaan seperti apa rasa gula tidak
akan melahirkan filsafat, sebab hal itu bisa dijawab dengan mudah oleh lidah
atau berapa tahun durian dapat berbuah juga tidak melahirkan filsafat, karena
dapat dijawab oleh sains dengan melalui riset (penelitian). Contoh pertanyaan
kefilsafatan adalah seperti diutarakan oleh Thales, “apakah bahan alam semesta
ini?”. Pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan sembarangan, karena yang
dipertanyakan adalah masalah esensi atau hakikat alam semesta. Jadi perlu
pemikiran dan penyelidikan yang mendalam (radikal).
Pancaindera jelas tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut, sebab pancaindera
hanya sekedar menyaksikan benda alam yang ada secara lahiriyah. Sains juga
tidak sanggup menjawab, karena hanya menyelidiki secara empiris benda yang ada.
Tetapi filsafat mampu mengungkapkan jawaban yang lumayan dapat memuaskan.
Seperti jawaban dari Thales sendiri bahwa bahan alam semesta adalah air, dengan
alasan bahwa air itu dapat berubah menjadi berbagai wujud. Jika air dimasukkan
ke dalam ember maka dia akan membentuk seperti ember, dst. Selain itu air amat
dibutuhkan dalam kehidupan, bahkan bumi ini menurutnya terapung di atas air.
Pertanyaan tersebut pertamakali muncul pada zaman permulaan (Yunani Kuno), yang
dilatarbelakangi oleh keta’juban (keheranan) terhadap alam semesta. Ketakjuban
ini menurut Jan Hendrik Rapar (2001 : 16) menunjuk kepada dua hal penting,
yaitu subyek dan obyek. Jika ada ketakjuban pasti ada yang takjub (subyek) dan
yang menakjubkan (obyek). Subyek ketakjuban adalah manusia, sebab manusia
satu-satunya makhluk yang memiliki perasaan dan akal budi. Hal ini karena
ketakjuban hanya dapat dirasakan dan dialami oleh makhluk yang berperasaan dan
berakal budi. Adapun obyek ketakjuban adalah segala sesuatu yang ada, baik di
alam nyata maupun di alam metafisik (abstrak).
Selain ketakjuban, yang mendorong manusia berfilsafat adalah karena adanya
aporia (kesangsian, keraguan, ketidakpastian atau kebingungan). Pertanyaan yang
timbul akibat aporia ini menurut Ahmad Tafsir muncul di zaman modern. Aporia
ini berada di antara percaya dan tidak percaya. Ketika manusia bersikap percaya
atau mengambil tidak percaya, maka pikiran tidak lagi bekerja atas hal itu,
akan tetapi jika dia berada antara percaya dan tidak percaya maka pikiran mulai
bergerak dan berjalan untuk mencari kepastian. Sangsi atau keraguan akan
menimbulkan pertanyaan, pertanyaan membuat pikiran bekerja, dan pikiran bekerja
akan melahirkan filsafat.
Jadi sikap keingintahuan atau ingin kepastian terhadap sesuatu dapat melahirkan
filsafat. Ada juga yang mengatakan bahwa filsafat dilahirkan atas dasar adanya
ketidakpuasan. Sebelum filsafat lahir, berbagai mitos memainkan peranan penting
dalam kehidupan manusia. Mitos tersebut beupaya memberikan penjelasan terhadap
manusia tentang asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta,
akan tetapi penjelasan dan keterangan tersebut makin lama semakin tidak
memuaskan manusia. Mitos tersebut antara lain membawa ajaran bahwa alam semesta
beserta fenomina yang ada tidak mungkin dapat dipikirkan secara ratio, akan
tetapi harus diterima secara intuisi (perasaan dan keimanan).
Referensi:
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, cet. I, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2006.
Donald B. Calne, Batas Nalar:
Rasionalitas dan Perilaku Manusia, terj. Parakitri T. Simbolon
(Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2005), hlm. 19-20.
Ismaun.2007. Filsafat Administrasi
Pendidikan(Serahan Perkuliahan ). Bandung : UPI
Koento Wibisono.1997. Dasar-Dasar Filsafat.
Jakarta : Universitas Terbuka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar