Minggu, 11 Desember 2016

HUKUM KARMA DALAM PRESPEKTIF ISLAM

ISTILAH karma berasal dari ajaran agama Budha and Hindu. Arti sederhana dari karma adalah segala perbuatan yang dilakukan akan memiliki akibat pada pelaku di masa selanjutnya. Tindakan buruk saat ini akan berakibat keburukan di masa datang. Perilaku baik akan berakibat kebaikan.
Dalam kitab Abhidamma dikatakan bahwa setiap impresi rasa, yakni seluruh perilaku manusia, dapat dianggap sebagai akibat dari karma. Dalam doktrin ini, apabila seseorang terlahir sebagai orang miskin, maka itu terjadi karena akibat perilaku orang tersebut pada kehidupan sebelumnya.
Itu artinya, kehidupan manusia di dunia itu bukan hanya sekali tetapi berulang-ulang. Kehidupan sekarang adalah akibat dari kehidupan sebelumnya dan akan berdampak pada kehidupan masa datang.
Jadi doktrin karma dalam agama Budha adalah: (a) Adanya hukum sebab akibat dan itu terjadi di dunia; (b) adanya reinkarnasi yakni bahwa kehidupan saat ini adalah titisan kehidupan masa lalu dan akan menitis pada kehidupan (orang lain) di masa datang.
PANDANGAN ISLAM TENTANG KARMA
Islam juga mengenal doktrin sebab akibat bahwa perbuatan baik akan berakibat baik dan perilaku buruk akan berakibat buruk.
Akibat dari perbuatan manusia terkadang akan dirasakan di dunia ini saat kita masih hidup. Ini mirip dengan karma
Dalam QS Ar-Rum 30:41 Allah berfirman:
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِى عَمِلُوا۟ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Dalam QS As-Sajdah 32:21 Allah berfirman:
وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).
Namun, mayoritas balasan dari tindakan kita akan terjadi di akhirat, pada kehidupan setelah mati. Tepatnya setelah kiamat tiba.
Dalam QS An-Nahl 16:61 Allah berfirman:
وَلَوْ يُؤَاخِذُ اللَّـهُ النَّاسَ بِظُلْمِهِم مَّا تَرَكَ عَلَيْهَا مِن دَآبَّةٍ وَلٰكِن يُؤَخِّرُهُمْ إِلَ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَـْٔخِرُونَ سَاعَةً ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ
Artinya: Jikalau Allah menghukum manusia karena kezalimannya, niscaya tidak akan ditinggalkan-Nya di muka bumi sesuatupun dari makhluk yang melata, tetapi Allah menangguhkan mereka sampai kepada waktu yang ditentukan. Maka apabila telah tiba waktunya (yang ditentukan) bagi mereka, tidaklah mereka dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukannya.
Oleh karena itu, dalam Islam orang jahat bisa saja memiliki kehidupan yang tenang di dunia bersama anak dan istrinya. Namun, jelas ia akan mendapat hukuman yang setimpal kelak di akhirat.
Perilaku yang baik di dunia akan mendapat pahala yang setimpal di akhirat. Tindakan jahat dan buruk di dunia akan berakibat hukuman yang setimpal di akhirat kelak.
Dalam QS An-Sajdah 32:21 Allah berfirman:
وَلَنُذِيقَنَّهُم مِّنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَىٰ دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya: Dan Sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebahagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).
Karma = Reinkarnasi
Hukum karma dalam Budha juga berkaitan dengan reinkarnasi–penitisan kehidupan seseorang yang sudah mati pada orang lain yang masih hidup. Artinya, nasib yang dialami saat ini sebagai akibat dari kehidupan (orang lain( di masa lalu. Dan perilaku sekarang akan berakibat pada kehidupan (orang lain) selanjutnya.
Dalam Islam, reinkarnasi tidak dikenal. Manusia hidup di dunia hanya sekali. Dan setiap orang bertanggung jawab dan memikul akibat dari apa yang dia lakukan sendiri.
Dalam QS An Najm 53:39-41 Allah berfirman:
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى (*) وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى (*) ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَى
Artinya: Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.
Oleh karena itu. Sesungguhnya, ketika kita membuat orang lain menangis, maka kitalah yang akan menangis kelak. Sesungguhnya ketika kita membuat orang lain merugi, kita sendirilah yang akan merugi kelak. Dan sesungguhnya ketika kita membuat orang lain susah, kita sendirilah yang akan merasakan kesusahan kelak. Tidak ada kesusahan yang timbul kecuali kita yang menyusahkan diri kita sendiri. Tidak ada permasalahan kehidupan yang muncul kecuali kita sendiri yang membuat masalah. Terkadang ketika kita ditimpa sebuah masalah, kita lebih banyak menuding orang lain sebagai penyebabnya. Padahal sejatinya menyalahkan orang lain untuk penderitaan kita, justru akan menambah kita satu penderitaan lagi. Jadi ketika kita ditimpa sebuah masalah atau penderitaan, marilah kita cari penyebab kesusahan hidup, dari dalam diri kita sendiri. Dan carilah semua penyebab penderitaan yang kita rasakan, dari dalam diri kita sendiri. Karena penyebab yang paling banyak dan yang paling utama adalah biasanya justru dari diri kita sendiri. Jujur dengan kesalahan sendiri dan ubahlah, inilah dua solusi efektif bila penderitaan sedang datang.
Bukankah Allah sudah memperingatkan sebagaimana Ayat yang saya tulis diatas; bahwa siapapun yang tidak menghendaki kesusahan, tidak menginginkan kesulitan dikehidupan dunia ini, hendaknya selalu berbuat baik dan menjauhi keburukan. Bukankah perbuatan buruk pasti akan menuai keburukan. sedang perbuatan baikpun  akan menuai kebaikan. Hanya kadang kita perlu membuka mata, dibagian kehidupan yang mana ia tumbuh menjadi buah. Tidak selamanya jika kita berbuat keburukan pada si A maka buah keburukan tersebut dari Si A juga. Bisa saja buah tersebut berasal dari si B atau si C. Buah keburukannya pun belum juga tentu sama, bahkan bisa jadi lebih parah. Kan satu di balas sepuluh?
Demikian juga dengan perbuatan baik. Jika kita berbuat baik pada si A, belum tentu balasan kebaikan tersebut dari si A. Bisa jadi kebaikan tersebut berasal dari si B, si C dan seterusnya. Buah kebaikannya pun juga belum tentu sama. Bisa saja kebaikan itu berupa finansial, kesehatan, ketenangan, kebahagiaan dan lain sebagainya. Ah.. Allah itu memang begitu Maha Adil dan Bijaksana. Semestinya kita tidak henti-hentinya bersyukur atas hidayahNya ini. Bila penyebab dibanyak semua kesulitan kita adalah kesalahan kita sendiri, bila penyebab di banyak semua kesusahan kita adalah keburukan kita sendiri dan bila penyebab dibanyak pederitaan kita adalah maksiat dan dosa kita sendiri. Maka Ampunan Allah adalah awal jawaban segalanya, atau mungkin malah jawaban bagi segalanya. Sadarlah bahwa apapun perbuatan buruk yang kita lakukan hanya akan mengantarkan kita kepada kenestapaan yang mungkin berkepanjangan. Dan apapun kejahatan yang kita kerjakan hanya akan mengantarkan kita kepada penyesalan yang mungkin akan kita ratapi sepanjang sisa hidup. Jadi tidak ada satupun yang bisa meloloskan diri dari hukum sebab akibat. Tidak ada satupun manusia yang bisa lolos dari kejaran akibat buruk perbuatan buruk. Allah berfirman "Tiap-Tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya." (QS: Al-Muddatsir: 38) Dalam hadits Qudsi Allah juga berfirman: "Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan Zalim atas diriKu dan Aku jadikan ia sesuatu yang diharamkan diantara kamu. Maka jangalah kamu saling menganiaya" (HR. Abu Dzar Al-Ghifari)

Oleh karena itulah, saat ini juga marilah kita buat sebanyak-banyak orang bahagia dengan kehadiran kita, maka kebahagiaan akan menjadi bagian dari kehidupan kita. Tidak ada keburukan dan tidak ada kesalahan yang tidak berakibat buruk. semuanya berakibat buruk. hanya dengan kebaikan sajalah akibat buruk tersebut akan diubah dan dikubur. Sekali lagi, mulai detik ini juga marilah kita berbuat sebanyak-banyaknya kebaikan. Kita tidak tahu sebesar apa keburukan yang sudah kita lakukan. Nabi SAW bersabda "ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya ia akan menghapusnya.. "HR. At-Tirmidzi Siapapun punya masa lalu, Masa lalu memang jangan menjadi beban, tapi harus menjadi pengalaman dan pelajaran. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menjustifikasi siapapun. Walaupun Tulisan ini terlahir lantaran sms dari teman saya seperti dipaparkan diawal. Sekali lagi tulisan ini murni sebagai langkah untuk muhasabah diri kita masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar