Sabtu, 31 Desember 2016

ISLAM DAN PLURALITAS


Kehidupan ini selalu menunjukkan kondisi yang beragam. Keberagaman dalam kehidupan menunjukkan bahwa dunia dari kehidupan di dalamnya masih pada kondisi normal. Keberagaman dalam wadah kehidupan bak taman indah yang ditumbuhi beranekaragam tumbuhan dan bunga-bunga. Keberagaman menjadi indah apabila bisa tertata dengan baik sebagaimana juga keberagaman akan memperlihatkan keindahan yang eksotik jika bisa di hargai oleh setiap kelompok yang ada.
Keberagama atau pluralitas dalam kehidupan beragama tentu sedikit menumbuhkan fenomena yang menarik untuk di teropong lebih dekat lagi. Terdapat sejumlah persoalan yang perlu dicermati manakala agama bersinggunggan dengan pluralitas sosial, dari mulai politik, adat dan ekonomi. Krisis jati diri bangsa yang paling mencekam muncul dalam sikap antipluralisme dikalangan sekelompok anak bangsa.
Sebagian besar masyarakat terutama kelompok-kelompok dominan, masih memahami prinsip-prinsip pluralisme dan multikulturalisme (M Dawan R, 2010). Mereka bahkan curiga dan merasa menghadapi ancaman. Padahal justru kecurigaan dan kekhawatiran inilah yang menimbulkan konflik dan aksi-aksi kekerasan yang cukup marak di Indonesia akhir-akhir ini. Melihat beberapa kejadian belakngan yang timbul di tanah air, maka perlu mengangkat kembali pemahaman terhadap pluralitas di Indonesia sebagai satu wujud kesatuan dan merupakan asset bangsa yang berperan besar dalam proses pembangunan dan pencapaian tujuan dan cita-cita bangsa.
Untuk itulah dalam kesempatan ini akan di jabarkan apa itu sebenarnya pluralitas, yang memiliki artian adalah paham yang berkaitan dengan mentoleransi segala adanya keanekaragaman yang meliputi peradaban, agama, pikiran, perbedaan agama serta adanya perbedaan budaya. Tujuan pluraliatas adalah untuk mengakuai adanya sebuah kebenaran yang di yakini oleh masing masing pihak.
Pluralitas atau Pluralisme berasal dari kata plural dan isme, plural yang berarti banyak (jamak), sedangkan isme berarti paham. Jadi pluralisme adalah suatu paham atau teori yang menganggap bahwa realitas itu terdiri dari banyak substansi.
Dalam perspektif ilmu sosial, pluralism yang meniscayakan adanya diversitas dalam masyarakat memiliki dua ‚wajah‛, konsesus dan konflik. Consensus mengandaikan bahwa masyarakat yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda itu akan survive (bertahan hidup) karena para anggotanya menyepakati hal-hal tertentu sebagai aturan bersama yang harus ditaati, sedangkan teori konflik justru memandang sebaliknya bahwa masyarakat yang berbeda-beda itu akan bertahan hidup karena adanya konflik. Teori ini tidak menafikkan adanya keharmonisan dalam masyarakat. Keharmonisan terjadi bukan karena adanya kesepakatan bersama, tetapi karena adanya pemaksaan kelompok kuat terhadap yang lemah.
Pluralitas merupakan realitas sosiologi yang mana dalam kenyataannya masyarakat memang plural. Plural pada intinya menunjukkan lebih dari satu dan isme adalah sesuatu yang berhubungan dengan paham atau aliran. Dengan demikian pluralisme adalah paham atau sikap terhadap keadaan majemuk atau banyak dalam segala hal diantaranya sosial, budaya, politik dan agama.
Pluralisme agama bisa dipahami dalam tiga sudut pandang. Pertama, sosial yaitu‛ semua agama berhak untuk ada dan hidup‛ artinya semua umat beragama sama-sama belajar untuk toleran, dan menghormati iman atau kepercayaan dari setiap penganut agama. Kedua, etika atau moral yaitu ‚ semua umat beragama memandang bahwa moral atau etika dari masing-masing agama bersifat relative dan sah‛ apabila umat beragama menganut pluralisme agama dalam nuansa atis, maka didorong untuk tidak menghakimi penganut agama lain. Ketiga teologi filisofis yaitu ‚ agama-agama pada hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama menyelamatkan‛ artinya semua agama menuju pada ketuhanan yang maha esa. Dengan demikian, yang dimaksud ‚pluralism agama‛ adalah suatu pemahaman bahwa semua agama mempunyai eksistensi hidup saling berdampingan, saling bekerjasama dan saling berinteraksi antara satu agama dengan agama yang lain. Atau disebut juga suatu sikap mengakui, menghargai, menghormati, memelihara keadaan yang bersifat plurar baik itu suku, etnis maupun agama.
Kemudian dalam ilmu politik melahirkan ilmu tentang kedaulatan, pertama paham teokrasi yakni kedaulatan ditangan Tuhan, kedua paham demokrasi yakni bahwa kedaulatan ditangan masyarakat atau rakyat,ketiga paham teo-demokrasi teori ini dikemukakan oleh Abdul A’la, teori ini ingin menggabungkan teori di atas. Artinya meskipun pengelolaan di negara adalah ditangan rakyat, namun rakyat tidak boleh lepas dari nilai-nilai ketuhanan. Dan konsekuensi lebih lanjut dari cara pandang adalah bahwa sumber legitimasi, referensi dan rujukan keagmaaan yang memuat pesan-pesan moral kemanusiaan universal harus menjadi dasar prinsip bagi seluruh cara pandang pikiran, konsep, interpretasi, tafsir , perjuangan, kerja dan semua aktifitas manusia didunia. 
Dalam masyarakat plural yag ditengarai dengan kehadiran bersama perbedaan dan keragaman, kebebasan beragama atau berkepercayaan dapat didefinisikan meliputi dua kategori sebagai berikut:
1.      Kebebasan beragama : perbedaan dan keragaman agama-agama yang hidup bersama dan berdampingan tercakup dalam definisi kebebasan beragama. Agama-agama tersebut diperkenankan untuk dipeluk dan diyakini secara bebas oleh setiap individu yang memilihnya menjadi pegangan hidup.
2.      Kebebasan berkepercayaan : merupakan istilah yang merujuk kepada pandangan hidup-pandangan hidup atau posisi non keagamaan atau sekuler yang tercakup dalam kebebasan berkepercayaan.
Sebagai bangsa yang plural dan multi kultural, keberislaman seseorang tidak cukup hanya melihat segala persoalan kehidupan dari perspektif individu dan teologis. Kehidupan masyarakat yang beragam suku, agama maupun etnis akan mengalami keharmonisan dan damai jika setiap individu menghargai entitas apapun yang dimiliki orang lain. Proses penghargaan ini akan nyata tidak lain agar keberagamaan yang diyakini tidak sampai pada terjadinya titik klimak klaim kebenaran dari orang lain dan selanjutnya berujung pada usahanya sesalu menang sendiri.
Dalam masyarakat yang beragam budaya, suku dan agama keharusan mengedepankan kesamaan adalah sebuah keniscayaan dari pada selalu mencari perbedaan. Modal ini cukup efektif sehingga nilai-nilai budaya dan agama ditempatkan dalam posisinya sebagai motivasi bagi upaya membangun sebuah pluralitas dan multikultural yang merupakan asset bangsa.
Prinsip-prinsip pluralisme dianggap dapat menjawab permasalahan dalam melawan keterasingan jiwa masyarakat modern karena tekanan kapitalisme. Dengan demikian, ide pluralisme berkembang seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi yang melingkupinya. Berangkat dari pemikiran tersebut, dapat dipahami bahwa pluralism merupakan suatu pandangan yang meyakini akan banyak dan beragamnya hakikat realitas kehidupan, termasuk realitas keberagaman manusia. Sehingga pluralisme agama dapat diartikan sebagai sikap dan pandangan bahwa hakikat agama di dunia ini tidak hanya satu, tetapi banyak atau beragam
Menurut Kang Jalal, ada tiga persepketif dalam memandang islam: Fiqhi, Siyasi, dan Madani. Islam Fiqhi adalah memandang ajaran islam sebagi kumpulan hukum, peraturan dan petunjuk praktis untuk kehidupan manusia sehari-hari. Islam Siyasi memandang ajaran islam sebagai ideology untuk menegakkan kekuasaan Tuhan dimuka bumi. Sedangkan islam Madani berusaha menampilkan islam yang diterima oleh masyarakat kontemporer yang pluralistic. Jika islam Fiqhi bersifat sektarian, islam Siyasi bersiat eksklusif, maka islam madani bersifat inklusif dan pluralistik. Islam Madani hadir untuk menyabarkan kasih kepada seluruh umat manusia, “Rahmatan lil alamin”. Tujuan nabi Muhammad SAW di ututus di dunia ini menjadi rahmat bagi semua, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an yang artinya:
“tidaklah kami mengutus Engkau (Muhammad) kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam” (Qs. Al Anbiya [21]: 107)
Berdasarkan ayat tersebut rasul di utus sebagai rahmat bagi segenap alam. Sedangkan dalam hadits tujuan rasul di utus adalah untuk menyempurnakan akhlak. Kedua tujuan tersebut memiliki kesamaan, yaitu menjadi rahmat bagi seluruh alam, karena ketika manusia menjadi subjek atau khilaah fil ardhi memiliki akhlak yang mulia, maka tentunya akan membawa rahmat bagi dirinya, orang lain, dan alam semesta. Rahmat adlah kelembutan hati sehingga cenderung untuk mengasihi orang lain. Namun rahmat Allah adalah kebaikan, bukan kelembutan hati, karena Allah terbebas dari sifat makhlukNya.
Dalam al-Qur’an kata rahmat ini selain dihubungkan dengan rasul SAW, sebagaimana ayat di atas orang-orang mukmin, agama, al-Qur’an, juga terutama dengan Allah sendiri. Melekatnya sifat-sifat itu pada  disifati adalah menunjukkan mulianya sesuatu yang disifatinya, yaitu Allah, Nabi, al-Qur’an, agama dan orang-orang mukmin. Rupanya pesannya bagi kita adalah hendaklah kita semua memiliki dan mnebarkan rasa kasih sayang tersebut, sebagaimana sifat dan tujuan rasulullah di utus. Dan rahmat adalah esensi dari dua nama Allah yang masyhur yakni ar-Rahman-arRahim (Maha pengasih dan Maha penyayang) yang harus diteladani oleh manusia. Karenanya tidak heran bila tujuan rasulullah di utus itu adalah sebagai rahmat bagi seluruh alam yang sejalan dengan sifat Allah, alQur’an, agama sendiri dan orang-orang mukmin.
Lalu apa bentuk dari kasih sayang yang sangat mendalam dari Allah melalui rasulNya itu sejauh mana ruang lingkup kasih sayang itu? Dan apa yang dimaksud “seluruh alam” dalam konteks ayat diatas? Menurut as-Sarbashy, bahwa yang dimaksud kasih sayang itu adalah nabi menjadi sebab untuk mendapatkan rahmat, kebahagiaan, dan petunjuk bagi setiap yang berakal dan yang mengharapkannya. Adapun ruang lingkupnya adalah meliputi orang-orang kafir, mukmin, dan mkhluk Allah yang lainnya. Rahmat bagi orang kafir adalah berupa penangguhan siksanya kela dihari kiamat, tidak seperti umat-umat sebelum ini yang di azab langsung di dunia. Sedangkan yang dimaksud dengan seluruh alam itu adalah meliputi alam dunia dan akhirat. Rahmat di akhirat bagi orang mukmin adalah berupa pahala yang besar karena telah mengikuti ajarannya.
Bentuk kasih sayang Allah kepada manusia adalah anugerah berupa iman, wahyu, akal dan alam semesta sebagai sarana penghidupan di dunia. Dengan akalnya manusia diberi kebebasan dalam beragama. Dengan akal dan wahyu yang disampaikan oleh para nabi, manusia menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Dalam pelaksanaan amar ma’ruf nahi munkar itu islam menentukan syarat dan aturan sehingga tidak terjebak pada tindakan kekerasan. Syarat yang dimaksud adalah:
Pertama, amar ma’ruf nahyi munkar tidak boleh dilakukan secara semena-mena oleh orang awam tanpa ilmu, karena selain hal itu bisa mengakibatkan kesalahan, baik dalam teori maupun prakteknya juga akan menjadi kontraproduktif. Alih-alih mau mendakwahkan islam sebagai agama yang suci dan agung malah mencemarkan atau merendahkannya islam itu sendiri.
Kedua,  amar ma’ruf nahyi munkar harus dilakukan semata-mata karena Allah SWT dan untuk ketinggian agama Allah.
Ketiga, amar ma’ruf nahyi munkar dilakukan dengan penuh kasih sayang, tidak kasar dan keras kepala.
Keempat, amar ma’ruf nahyi munkar hendaklah dilakukan dengan penuh kesabaran.
Kelima, hendaklah diamalkan terlebih dahulu sebelum diperintahkannya kepada orang lain, agar tidak menjdi bahan ejekan dan diperolok-olokkan.
Dalam kaitannya denga islam sebagai agama yang toleran, begitu pula sejarah islam telah memebuktikan model pendidikan yang multi cultural, sebagaimana yang terjadi pada masa khalifah AlMa’mun tahun (813- 833 masehi) Muhammad ibn Musa al_-Hawarizmi (780-850 masehi) dan al-Kindi (809-866 masehi). Konsep pendidikan multi cultural ini telah dikenal pada zaman Al-Ma’mun pada institusi pendidikan islam Bayt al-Hikmah, Masjid, Halaqah, Maktab, Ribath dan Majelis.
Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai macam kultur,, etnik dan agama. Demikian pula islam sebagai agama mayoritas di Indonesia merupakan salah satu agama  ditengah-tengah pluralitas agama-agama lain. Kemudian secara consensus para tokoh agama dan bangsa pada waktu itu sepakat untuk hidup bersama dan berdampingan dalam satu wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga sampai sekarang ini, yang lebih dikenal dengan lambang Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu tujuan). Dasar keberadaan konstitusi itu adalah kesepakatan umum atas persetujuan diantara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan Negara.
Dalam UUD 1945 mengenai pluralisme agama terdapat pada pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha ESA” Dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-maisng dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan itu.” Adapun mengenai kebebasan berserikat dan berkumpul terdapat pada pasal 28, yang berbunyi: “ kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Keberadaan konstitusi oleh rakyat diperlukan oleh rakyat agar kepentingan mereka dapat dilindungi atau dipromosikan melalui pembentukan dan penggunaan mekanisme yang disebut Negara.
Mengenai kapan sejarah awal mula masuknya islam ke Indonesia, terdapat tiga teori yang terkenal, yaitu: teori Makkah, teori Gujarat (India) dan Persia. Manurut teori pertama, yang dikemukakan oleh Crawford, Islam dibawa dan datang dari Makkah, yaitu pada abad ke 7 M, jauh lebih awal daripada teori yang keduan dan ketiga, yaitu Gujarat dan Persia pada abad ke 13 M. Buya Hamka, seorang ulama dan sekaligus sejarawan Islam Indoneisa termasuk yang meyakini teori ini, dengan alasan bahwa pada abad ke 7 ini di pusat kerajaan Sriwijaya telah dijumpai perkampungan-perkampungan pedagang Arab.
Menurut teori kedua, Islam berasal dari Gujarat. Pendapat ini dikemukakan oleh Mouquette, ilmuan Belanda, yang menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia sekitar abad ke 13 sampai 14 Masehi. Hal ini didasarkan pada adanya tulisan batu nisan yang ditemukan di Samudra Pasai, Aceh Timur, pada batu nisan tersebuttertulis tulisan angka “17 Djulhijah 831 atau 21 september 1428 M”. ini identic dengan natu nisan yang ditemukan di makam Maulana Malik Ibrahim (822 H atau 119 M) di Gresik, Jawa Timur. Juga ditemukannya batu isan Malik al-Saleh, Raja Samudra Pasai, yang berangkat tahun 698 atau 1297 M. menurut Pijnappel, batu nisan-batu nisan tersebut sam adengan batu nisan yang ada di Cambay, Gujarat. Kedua tempat itu sama-sama menganut mazhab Syafi’i. Demikian pula menurutnya, para pembawa Islam di Indonesia berasal dari Gujarat dan Malabar. Sedangkan menurut Morrison dan Arnold bahwa Islam di Indonesia dibawa oleh orang-orang Coromandel dan Malabar. Selain sumber batu nisan diatas , sumber lainnya didapat dari tulisan Marcopolo, pedagang Venesia, yang singgah di Sumatera dalam perjalanan pulang dari Cina pada tahun 1292. Disana disebutkan bahwa Perlak merupakan kota Islam.
Menurut teori yang ketiga, Islam di Indonesia berasal dari Persia, pada abad ke 1 M. Menurut Husein Djajadiningrat ini didasarkan pada adanya persamaan kultur dan budaya Persia di Indonesia, anara lain tradisi 10 Muharam dan pengaruh bahasa yang dipakai di Indonesia. Sebutan alfabetis huruf arab alif, be, te, tse dan seterusnya yang dikenal dalam ejaan Arab Sunda dan istilah harakat jabar, jeer, dan pees adalah semuanya merupakan bahsa Persi. Keamaan kultur dan budaya tersebut sampai sekarang melekat dikalangan Islam NU yang mayoritas di Indonesia. Tidak heran bila KH. Abdurahman Wahid menyatakan bahwa NU adalah model Islam Syiah kulural tanpa Imamah. Maksudnya adalah ada kesamaan kultur dan budaya antara Islam dikalangan NU dengan Islam Syiah di Persia tau Iran sekarang.
Islam sejak awal kedatangannya di Indonesia mewakili tradisi dan budaya unggul lintas etnis. Bahkan Islam diterima sebagai agama pribumi menggantikan posisi Hindu dan Budha tanpa benturan yang berarti. Berikut ini adalah gambaran tentang Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia dari pemeluk-pemeluk agama lainnya, sebagaiman dapat dilihat pada table berikut ini.
Kehadiran Islam ini telah lama di Indonesia serta dianut oleh mayoritas Bangsa Indonesia, sebagaimana terlihat pada table diatas. Karenanya, telah memengaruhi khazanah budaya bangsa Indonesia, misalnya : Pernikahan, seni, hukum, pemikiran,organisasi dan politik bernegara. Dimanapun Islam berada selalu dapat berkompromi baik dengan kultur local, nasional, maupun internasional.

SUMBER/REFERENSI:
Fadlullah (editor). 2016. Khazanah Peradaban Islam Nusantara. Serang: Tiara Kerta Jaya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar