Pendidikan
memiliki berbagai jenis aliran, berikut penjabaran tentang aliran –aliran
pendidikan. Aliran-aliran
pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa pembaharuan dalam dunia
pendidikan. Pemikiran tersebut berlangsung seperti suatu diskusi
berkepanjangan, yakni pemikiran-pemikiran terdahulu selalu ditanggapi dengan
pro dan kontra oleh pemikir berikutnya, sehingga timbul pemikiran yang baru,
dan demikian seterusnya. Agar diskusi berkepanjangan itu dapat dipahami, perlu
aspek dari aliran-aliran itu yang harus dipahami. Oleh karena itu setiap calon
tenaga kependidikan harus memahami berbagai jenis aturan-aturan pendidikan.
Dalam dunia pendidikan setidaknya terdapat 3 macam aliran pendidikan, yaitu aliaran
klasik, aliran modern dan aliran pendidikan pokok di Indonesia.
Menurut
Tim dosen 2006, aliran-aliran klasik dalam pendidikan adalah sebagai berikut:
1.
Aliran Empirisme
Aliran ini menganut
paham yang berpendapat bahwa segala pengetahuan, keterampilan dan sikap manusia
dalam perkembanganya ditentukan oleh pengalaman (empiris) nyata melalui alat
inderanya baik secara langsung berinteraksi dengan dunia luarnya maupun melalui
proses pengolahan dalam diri dari apa yang didapatkan secara langsung (Joseph,
2006). Jadi segala kecakapan dan pengetahuanya tergantung, terbentuk dan
ditentukan oleh pengalaman. Sedangkan pengalaman didapatkan dari lingkungan
atau dunia luar melalui indra, sehingga dapat dikatakan lingkunganlah yang
membentuk perkembangan manusia atau anak didik. Bahwa hanya lingkunganlah yang
mempengaruhi perkembangan anak.
John Locke (dalam
Joseph: 2006) tak ada sesuatu dalam jiwa yang sebelumnya tak ada dalam indera.
Ini berarti apa yang terjadi, apa yang mempegaruhi apa yang membentuk
perkembangan jiwa anak didik adalah lingkungan melalui pintu gerbang inderanya
yang berarti tidak ada yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa melalui proses
penginderaan.
2.
Aliran Nativisme
Teori ini merupakan
kebalikan dari teori empirisme, yang mengajarkan bahwa anak lahir sudah
memiliki pembawaan baik dan buruk. Perkembangan anak hanya ditentukan oleh
pembawaanya sendiri-sendiri. Lingkungan sama sekali tidak mempengaruhi apalagi
membentuk kepribadian anak. Jika pembawaan jahat akan menjadi jahat, jika
pembawaanyan baik akan menjadi baik. Jadi lingkungan yang diinginkan dalam
perkembangan anak adalah lingkungan yang tidak dibuat-buat, yakni lingkungan
yang alami.
3.
Aliran Konvergensi.
Faktor pembawaan dan
faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang sangat penting, keduanya
tidak dapat dipisahkan sebagaiman teori nativisme teori ini juga mengakui bahwa
pembawaan yang dibawa anak sejak lahir juga meliputi pembaeaan baik dan
pembawaan buruk. Pembawaan yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan bisa
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan
pembawaan tersebut.
William Stern (dalam
Tim Dosen 2006: 79) mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung dari
pembawaan dari lingkugan yang keduanya merupakan sebagaiman dua garis yang
bertemu atau menuju pada satu titik yang disebut konvergensi.
Dari beberapa uraian
diatas, teori yang cocok dapat diterima sesuai dengan kenyataan adalah teori
konvergensi, yang tidak mengekstrimkan faktor pembawaan, faktor lingkungann
atau alamiah yang mempengaruhi terhadap perkembangan anak, melainkan semuanya
dari faktor-faktor tersebut mempengaruhi terhadap perkembangan anak.
4.
Aliran Naturalisme
Aliran ini mempunyai
kesamaan dengan teori nativisme bahkan kadang-kadang disamakan. Padahal
mempunyai perbedaan-perbedaan tertentu. Ajaran dalam teori ini mengatakan bahwa
anak sejak lahir sudah memiliki pembawaan sendiri-sendiri baik bakat minat,
kemampuan, sifat, watak dan pembawaan-pembawaan lainya. Pembawaan akan
berkembang sesuai dengan lingkungan alami, bukan lingkungan yang dibuat-buat.
Dengan kata lain jika pendidikan diartikan sebagai usahan sadar untuk
mempengaruhi perkembangan anak seperti mengarahkan, mempengaruhi, menyiapkan,
menghasilkan apalagi menjadikan anak kearah tertentu, maka usaha tersebut
hanyalah berpengaruh jelek terhadap perkembangan anak. Tetapi jika pendidikan
diartikan membiarkan anak berkembang sesuai dengan pembawaan dengan lingkungan
yang tidak dibuat-buat (alami) maka pendidikan yang dimaksud terakhir ini
berpengaruh positif terhadap perkembangan anak.
Menurut Mudyahardjo
(2001: 142) macam-macam aliran pendidikan modern di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Progresivisme
Progresivisme adalah
gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah
berpusat pada anak (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan
pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau
bahan pelajaran (subject-centered).
1.) Tujuan pendidikan dalam aliran ini adalah melatih anak agar kelak dapat
bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak
dan hati. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan
pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak.
2.) Kurikulum pendidikan Progresivisme adalah kurikulum yang berisi
pengalaman-pengalaman atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap
peserta didik (experience curriculum).
3.) Metode pendidikan Progresivisme antara lain:
- Metode belajar aktif.
- Metode memonitor kegiatan belajar.
- Metode penelitian ilmiah
4.) Pendidikan berpusat pada anak.
Pendidikan Progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak.
Anak merupakan pusat adari keseluruhan kegiatan-kegiatan pendidikan. Pendidikan
Progresivisme sangat memuliakan harkat dan martabat anak dalam pendidikan. Anak
bukanlah orang dewasa dalam betuk kecil. Anak adalah anak, yang sangat berbeda
dengan orang dewasa. Setiap anak mempunyai individualitas sendiri-sendiri, anak
mempunyai alur pemikiran sendiri, anak mempunyai keinginan sendiri, mempunyai
harapan-harapan dan kecemasan sendiri, yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan
demikian, anak harus diperlakukan berbeda dari orang dewasa.
2. Esensialisme
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan
pendidikan yang memprotes gerakan progresivisme terhadap nilai-nilai yang
tertanam dalam warisan budaya/sosial. Menurut esensialisme nilai-nilai yang
tertanam dalam nilai budaya/sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang
terbentuk secara berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah
selama beratus tahun dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang
telah teruji dalam perjalanan waktu. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi dan
mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas.
1.) Tujuan pendidikan dari aliran ini adalah menyampaikan warisan budaya dan
sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun, yang telah
bertahan sepanjang waktu dan dengan demikian adlah berharga untuk diketahui
oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oleh ketrampilan. Ketrampilan,
sikap-sikap dan nilai yang tepat, membentuk unsur-unsur yang inti (esensial)
dari sebuah pendidikan Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar akademik
yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
2.) Metode pendidikan:
-
Pendidikan berpusat
pada guru (teacher centered).
-
Peserta didik
dipaksa untuk belajar.
-
Latihan mental
3.) Kurikulum berpusat pada mata pelajaran yang mencakup mata-mata pelajaran
akademik yang pokok. Kurikulum sekolah dasar ditekankan pada pengembangan
ketrampilan dasar dalam membaca, menulis, dan matematika.Sedangkan kurikulum
pada sekolah menengah menekankan pada perluasan dalam mata pelajaran
matematika, ilmu kealaman, serta bahasa dan sastra.
3. Rekonstruksionalisme
Rekonstruksionalisme memandang pendidikan sebagai
rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah
yang menjadi tempat utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran
kecil dari kehidupan sosial di masyarakat
1)
Tujuan pendidikan
sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk
melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat. Tujuan
pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik
tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam
skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
2)
Kurikulum dalam
pendidikan rekonstruksionalisme berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi
pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi
masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat manusia. Yng
termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri, dan
program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah.
4. Perennialisme
Perennialisme adalah gerakan pendidikan yang
mempertahankan bahwa nilai-nilai universal itu ada, dan bahwa pendidikan
hendaknya merupakan suatu pencarian dan penanaman kebenaran-kebenaran dan
nilai-nilai tersebut. Guru mempunyai peranan dominan dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar di kelas. Menurut perennialisme, ilmu pengetahuan
merupakan filsafat yang tertinggi, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang
dapat berpikir secara induktif. Jadi dengan berpikir, maka kebenaran itu akan
dapat dihasilkan. Penguasaan pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pertama
adalah modal bagi seseorang untuk mengembangkan pikiran dan kecerdasan. Dengan
pengetahuan, bahan penerangan yang cukup, orang akan mampu mengenal dan
memahami faktor-faktor dan problema yang perlu diselesaikan dan berusaha
mengadakan penyelesaian masalahnya.
1.) Tujuan pendidikan diharapkan anak didik mampu mengenal dan mengembangkan
karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini
merupakan buah pikiran besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran mereka
yang oleh zaman telah dicatat menonjol seperti bahasa, sastra, sejarah,
filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam, dan
lain-lainnya, telah banyak memberikan sumbangan kepada perkembangan zaman dulu.
2.) Kurikulum berpusat pada mata pelajaran dan cenderung menitikberatkan
pada sastra, matematika, bahasa dan sejarah.
5. Idealisme
Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu
filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang
semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita)
dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa
dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang
serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Tugas ide adalah memimpin budi
manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai
ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai
alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami
sehari-hari.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran
idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan
mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab,
pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Para guru tidak boleh
berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu
muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran
terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para
anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul
atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna. Pola pendidikan yang
diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak
sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat,
melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham
idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
1.) Tujuan Pendidikan
Agar anak didik bisa
menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang
harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup,
dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih
baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya
persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak
pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai
dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling
menyayangi.
2.) Kurikulum
Kurikulum yang
digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan
pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
Sumber/referensi:
Ihsan,
Fuad. 2008. Dasar-dasar
Kependidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Prasetya,
Tri. 2000. Filsafat
Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar