Pendidikan karakter adalah suatu hal yang saat ini
ditekankan dalam pendidikan di Indonesia. Mengapa perlu pendidikan
karakter? Apakah ”karakter” dapat dididikkan? Karakter apa yang perlu dididikkan?
Bagaimana mendidikkan aspek-aspek karakter secara efektif? Bagaimana mengukur
keberhasilan sebuah pendidikan karakter? Siapa yang harus melakukan pendidikan
karakter?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut kembali diperkuat oleh
kebijakan yang menjadikan pendidikan karakter sebagai
”program” pendidikan nasional di Indonesia terutama dalam Kementerian
Pendidikan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II. ”Pendidikan karakter”
bukanlah hal baru dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Untuk
menjawab semua tentang pendidikan karakter mari kita bahas satu persatu.
1. Mengapa perlu pendidikan karakter?
Ada beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada
kajian pembentukan karakter peserta didik, tergantung kepada aspek
penekanannya. Di antaranya yang umum dikenal ialah: Pendidikan Moral,
Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius, Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan
Karakter itu sendiri. Masing-masing penamaan kadang-kadang digunakan secara
saling bertukaran (inter-exchanging), misal pendidikan karakter juga merupakan pendidikan
nilai atau pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).
Sepanjang sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada
hakekatnya memiliki dua tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan
pintar (smart), dan membantu mereka menjadi manusia yang baik (good).
Menjadikan manusia cerdas dan pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi
menjadikan manusia agar menjadi orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih
sulit atau bahkan sangat sulit. Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan
bahwa problem moral merupakan persoalan akut atau penyakit kronis yang
mengiringi kehidupan manusia kapan dan di mana pun.
Kenyataan tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian
menempatkan pentingnya penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita sebagai
orang yang beragama (Islam misalnya) terkait dengan problem moral dan
pentingnya pendidikan karakter dapat dilihat dari kasus moral yang pernah
menimpa kedua
Sebagai kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja
perlu memuat syarat-syarat keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti Amerika
Serikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character Education
Partnership; International Center for Character Education). Pendidikan karakter
berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat moral/etika, hukum,
sastra/humaniora.
Sebagai aspek kepribadian,
karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:
mentalitas, sikap dan perilaku. Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat
sebagai pendidikan budi pekerti. Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun,
dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada
perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut
berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma yang bersifat
kontekstual dan kultural.
Menurunnya kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia
dewasa ini, terutama di kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan
karakter. Sekolah dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk
menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa
membentuk dan membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik.
Pendidikan karakter diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai
tertentu –seperti rasa hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil– dan
membantu siswa untuk memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan mereka sendiri.
2. Pengertian Pendidikan Karakter
Kata character berasal
dari bahasa Yunani charassein, yang berarti to engrave (melukis, menggambar),
seperti orang yang melukis kertas, memahat batu atau metal. Berakar dari
pengertian yang seperti itu, character kemudian diartikan sebagai tanda atau
ciri yang khusus, dan karenanya melahirkan sutu pandangan bahwa karakter adalah
pola perilaku yang bersifat individual, keadaan moral seseorang?. Setelah
melewati tahap anak-anak, seseorang memiliki karakter, cara yang dapat
diramalkan bahwa karakter seseorang berkaitan dengan perilaku yang ada di
sekitar dirinya (Kevin Ryan, 1999: 5).
Williams & Schnaps (1999) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
“any deliberate
approach by which school personnel, often in conjunction with parents
and community members, help children and youth become caring, principled
and responsible”.
Maknanya dari pengertian
pendidikan karakter yaitu
merupakan berbagai usaha yang dilakukan oleh para personil sekolah, bahkan
yang dilakukan bersama-sama dengan orang tua dan anggota masyarakat, untuk
membantu anak-anak dan remaja agar menjadi atau memiliki sifat peduli,
berpendirian, dan bertanggung jawab.
Lebih lanjut Williams (2000) menjelaskan bahwa makna
dari pengertian
pendidikan karakter tersebut awalnya digunakan oleh National Commission on Character Education (di
Amerika) sebagai suatu istilah payung yang meliputi berbagai pendekatan,
filosofi, dan program. Pemecahan masalah, pembuatan keputusan,
penyelesaian konflik merupakan aspek yang penting dari pengembangan
karakter moral. Oleh karena itu, di dalam pendidikan
karakter semestinya memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengalami sifat-sifat tersebut secara langsung.
Tujuh Alasan Perlunya Pendidikan Karakter, Menurut Lickona ada tujuh
alasan mengapa pendidikan karakter itu harus
disampaikan:
1.
Merupakan
cara terbaik untuk menjamin anak-anak (siswa) memiliki kepribadian yang baik
dalam kehidupannya;
2.
Merupakan
cara untuk meningkatkan prestasi akademik;
3.
Sebagian
siswa tidak dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya di tempat lain;
4.
Mempersiapkan
siswa untuk menghormati pihak atau orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat
yang beragam;
5.
Berangkat
dari akar masalah yang berkaitan dengan problem moral-sosial, seperti
ketidaksopanan, ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan seksual, dan
etos kerja (belajar) yang rendah;
6.
Merupakan
persiapan terbaik untuk menyongsong perilaku di tempat kerja; dan
7.
Mengajarkan
nilai-nilai budaya merupakan bagian dari kerja peradaban.
3. Bagaimana Mendidik Aspek Karakter?
Pendidikan bukan
sekedar berfungsi sebagai media untuk mengembangkan kemampuan semata,
melainkan juga berfungsi untuk membentuk watak dan peradaban bangsa yang
bermatabat. Dari hal ini maka sebenarnya pendidikan watak (karakter) tidak
bisa ditinggalkan dalam berfungsinya pendidikan. Oleh karena itu, sebagai
fungsi yang melekat pada keberadaan pendidikan nasional untuk membentuk
watak dan peradaban bangsa, pendidikan karakter merupakan manifestasi dari
peran tersebut. Untuk itu, pendidikan karakter menjadi tugas dari semua
pihak yang terlibat dalam usaha pendidikan (pendidik).
Secara umum materi
tentang pendidikan karakter dijelaskan oleh Berkowitz, Battistich, dan Bier
(2008: 442) yang melaporkan bahwa materi pendidikan karakter sangat luas.
Dari hasil penelitiannya dijelaskan bahwa paling tidak ada 25
variabel yang dapat dipakai sebagai materi pendidikan karakter. Namun,
dari 25 variabel tersebut yang paling umum dilaporkan dan secara
signifikan hanya ada 10, yaitu:
1. Perilaku seksual
2. Pengetahuan tentang karakter
(Character knowledge)
3. Pemahaman tentang moral sosial
4. Ketrampilan pemecahan masalah
5. Kompetensi emosional
6. Hubungan dengan orang lain
(Relationships)
7. Perasaan keterikan dengan
sekolah (Attachment to school)
8. Prestasi akademis
9. Kompetensi berkomunikasi
10. Sikap kepada guru (Attitudes
toward teachers).
Otten (2000) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang
diintegrasikan ke dalam seluruh masyarakat sekolah sebagai suatu strategi
untuk membantu mengingatkan kembali siswa untuk berhubungan dengan
konflik, menjaga siswa untuk tetap selalu siaga dalam lingkungan
pendidikan, dan menginvestasikan kembali masyarakat untuk berpartisipasi
aktif sebagai warga negara.
4. Peran Konselor dalam Pendidikan Karakter di Sekolah
Jika pendidikan karakter diselenggarakan di sekolah
maka konselor sekolah akan menjadi pioner dan sekaligus koordinator
program tersebut. Hal itu karena konselor sekolah yang memang secara
khusus memiliki tugas untuk membantu siswa mengembangkan kepedulian sosial
dan masalah-masalah kesehatan mental, dengan demikian konselor sekolah
harus sangat akrab dengan program pendidikan karakter.
Konselor sekolah harus mampu melibatkan semua pemangku
kepentingan (siswa, guru bidang studi, orang tua, kepala sekolah) di dalam
mensukseskan pelaksanaan programnya. Mulai dari program pelayanan dasar
yang berupa rancangan kurikulum bimbingan yang berisi materi tentang
pendidikan karakter, seperti kerja sama, keberagaman, kejujuran, menangani
kecemasan, membantu orang lain, persahabatan, cara belajar, menejemen
konflik, pencegahan penggunaan narkotika, dan sebagainya. Program
perencanaan individual berupa kemampuan untuk membuat pilihan, pembuatan
keputusan, dan seterusnya. Program pelayanan responsif yang antara
lain berupa kegiatan konseling individu, konseling kelompok.
Nah demikianlah mengenai pendidikan karakter, begitu pentingnya
pendidikan karakter di
negeri ini, untuk itu bagi para guru, konselor, dosen maupun orang tua
hendaknya senantiasa menanamkan karakter pada anak didiknya. Khusus bagi
konselor sekolah di Indonesia baik secara langsung maupun tidak
langsung berkewajiban menyelenggarakan program pelayanan yang bernuansa nilai-nilai pendidikan karakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar