Teman tahukah kalian bahwa dalam mempelajari filsafat kita
perlu mngetahui beberapa teori dasar mengenai filsfat, apa saja itu? Mari kita
bahas...
Dalam tinjauan sejarah ide-ide filsafat pendidikan, antara
lain dapat disimpulkan pada tiga teori dasar (hukum dasar) yaitu:
1. Teori (hukum) Emperisme:
Teori
emperisme mengatakan bahwa perkembangan dan pembentukan manusia itu ditentukan
oleh faktor-faktor lingkungan, termasuk pendidikan. Sebagai pelopor emperisme
ialah John Locke (1632-1704) yang dikenal dengan teori ”tabularasa” atau
emperisme. Menurut teori tabularasa, bahwa tidap individu lahir sebagai kertas
putih, dan lingkungan itulah yang memberi corak atau tulisan dalam kertas putih
tersebut. Bagi John Locke pengalaman yang berasal dari lingkungan itulah yang
menentukan pribadi seseorang.
2. Teori (hukum) Nativisme:
Teori
nativisme yang dipelopori oleh Athur Schopenhauer (1788-1860) mengatakan bahwa
perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh bawaan (kemampuan dasar), bakat serta
faktor endogen yang bersifat kodrati. Namun menurut Azim, bahwa faktor bawaan
dasar (al-warisah) memang punya pengaruh dalam pembentukan kepribadian, namun
bukanlah satu-satunya (Ali Abdul Azim, 1973). Proses pembentukan dan
perkembangan pribadi ditentukan oleh faktor bawaan ini, yang tidak dapat diubah
oleh pengaruh alam sekitar atau pendidikan. Menurut Syam, bahwa aliran
nativisme bersifat pesimistik, karena menerima kepribadian sebagaimana adanya,
tanpa kepercayaan adanya nilai-nilai pendidikan untuk merubah kepribadian
(Mohammad Noor Syam, 1986).
3. Teori (hukum) Konvergensi:
Teori
konvergensi yang dipelopori oleh Willam Stern (1871-1938) ini, mengatakan bahwa
perkembangan manusia itu berlangsung atas pengaruh dari faktor-faktor
bakat/kemampuan dasar (endogen/bawaan) dan faktor alam sekitar (eksogen/ajar),
termasuk pendidikan dan sosial budaya. Karena dalam kenyataannya bahwa
kemampuan dasar yang baik saja, tanpa dibina oleh alam lingkungan terutama
lingkungan sosial termasuk pendidikan tidak akan dapat mencetak pribadi yang
ideal. Sebaliknya, lingkungan yang baik terutama pendidikan, tetapi tidak
didukung oleh kemampuan dasar tadi, tidak akan menghasilkan kepribadian yang
ideal. Oleh karena itu perkembangan pribadi sesungguhnya adalah hasil persenyawaan
antara faktor endogen dan eksogen.
Filsafat pendidikan modern, menurut Imam Barnadib (1982),
pada garis besarnya dibagi kepada empat aliran yaitu aliran progresivisme,
esensialisme, perenialisme dan rekonstruksianisme.
Aliran progresivisme menghendaki pendidikan yang
pada hakikatnya progresif. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai
rekonstruksi pengalaman yang terus menerus. Pendidikan hendaklah bukan hanya
menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik untuk diterima saja, melainkan yang
lebih penting daripada itu ialah melatih kemampuan berpikir dengan memberikan
stimuli-stimuli. Dengan demikian orang akan dapat berbuat sesuatu dengan
inteligensi dan mampu mengadakan penyesuaian dan penyesuaian kembali sesuai
dengan tuntutan dari lingkungan. Atau dengan kata lain, dengan adanya pelatihan
berpikir, peserta didik berkemampuan memecahkan masalah (problem solving) baik
problem personal maupun sosial.
Aliran esensialisme, menghendaki pendidikan yang
bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang hakikat kedudukannya dalam
kebudayaan. Nilai itu hendaklah yang sampai kepada manusia melalui sivilisasi
dan yang telah teruji oleh waktu. Tujuan pendidikannya adalah sebagai perantara
atau pembawa nilai-nilai yang ada di dalam ‘gudang’ di luar ke jiwa peserta
didik. Dengan demikian peserta didik perlu dilatih agar mempunyai kemampuan
menyerap yang tinggi. Di samping tujuan tersebut, alirian esensialisme
menghendaki agar disampaikan warisan budaya dan sejarah seputar inti
pengetahuan yang terakumulasi begitu lama dan bermanfaat untuk di diketahui
peserta didik.
Aliran perenialisme, menghendaki pendidikan
kembali kepada jiwa yang menguasai Abad Pertengahan, karena abad ini, (1) telah
merupakan jiwa yang menuntut manusia hingga dapat dimengerti adanya tata
kehidupan yang telah ditentukan secara rasional; (2) dan abad ini telah dapat
menemukan adanya prinsip-prinsip pertama yang mempunyai peranan sebagai dasar
pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi sarana untuk menemukan
evidensi-evidensi diri sendiri, dan (3) agar membantu peserta didik menemukan
kembali dan menginternalisasi nilai-nilai kebenaran universal dan abadi masa
lalu dan penyerapan dan penguasaan fakta-fakta dan informasi.
Aliran rekonstruksianisme, menghendaki agar peserta
didik dapat dibangkitkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan
diri dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat sebagai akibat
adanya pengaruh dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan penyesuaian seperti
ini peserta didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas. Tujuan
pendidikannya ialah agar pesera didik memiliki kesadaran akan problem sosial,
politik, ekonomi umat manusia, memiliki keterampilan untuk memecahkan problem
tersebut dan membangun tatanan masyarakat baru. Ada persamaan filsafat
pendidikan modern (Barat) dan fisafat pendidikan Islam, di samping terdapat
perbedaan yang fundamental. Persamaannya terletak pada orientasi apakah ke masa
silam, sekarang dan akan datang atau gabungan dari perbedaan masa tersebut dan
ke aliran yang ditentukan oleh mazhab atau aliran masing-masing. Sedangkan
perbedaan yang fundamental ialah terletak pada sumber. Filsafat pendidikan pada
umumnya bersumber dari olah akal budi manusia dan kitab suci penganutnya,
sedangkan filsafat pendidikan Islam disamping bersumber dari olah akal-budi
manusia selama hasil akal budi tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai
Islam, juga bersumber dari kitab suci umat Islam yakni Alquran dan Sunnah.
Pengembangan sumber daya manusia dapat berjalan dengan baik
apabila pembelajar dididik dalam sistem pendidikan yang baik pula. Salah satu
sub sistem dari sistem pendidikan Islam ialah tujuan. Tujuan menentukan materi,
metode dan lain-lain. Dari tujuanlah seseorang akan menata aktivitas
pendidikan. Tujuan pendidikan yang dilontarkan seseorang sangat tergantung
kepada keyakinannya mengenai keberdayaan manusia, keberagamaannya dan filsafat
pemikirannya, sehingga tujuan pendidikan antara ahli yang satu dengan lainnya
berbeda. Demikian juga karena perbedaan pendekatan, maka tujuan pendidikannya
pun berbeda. Pada dasarnya ada tiga pendekatan dalam menentukan tujuan
pendidikan yaitu pendekatan yang berorientasi masa lalu tentang nilai-nilai dan
realita yang sudah ada, yang tetap tumbuh sepanjang sejarah bangsa itu.
Nilai-nilai lama yang konservatif harus dijadikan acuan dalam
penetapan tujuan pendidikan. Ini merupakan ciri utama pendidikan
essensialistik. Diantara kritikan kepada aliran ialah bahwa nilai-nilai lama
sebagai hasil akal budi manusia belum tentu sesuai dengan keadaan aktual
sekarang ini. Pendekatan berdasarkan analisa ilmiah tentang realita kehidupan
sekarang yang aktual. Ini juga kurang tepat karena masa sekarang belum tentu
sama masalahnya dengan masa yang akan datang dan nilai-nilai lama yang baik
tidak semuanya harus ditinggalkan. Artinya terdapat hal-hal yang substansial
tetap berlaku, dengan catatan harus dikontekstualisasikan dengan situasi
sekarang. Pendekatan melalui konvergensi antara nilai-nilai fundamental masa
lalu, nilai-nilai aktual kehidupan masa sekarang dan kajian ilmiah antisipatif
masa depan dijadikan arahan dalam penetapan tujuan pendidikan. Nilai-nilai masa
lalu, nilai-nilai masa sekarang dan nilai-nilai antisipatif masa yang akan
datang dijadikan sebagai arahan dan pendekatan untuk menentukan tujuan
pendidikan.
Di samping tujuan sebagai sub sistem pendidikan Islam, yang
tidak kalah pentingnya ialah metode. Metode adalah cara yang digunakan guru
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah
dirumuskan. Metode mempunyai kedudukan penting dalam mencapai tujuan. Karena
dengan metode yang tepat dan menarik, tujuan belajar mudah tercapai, mudah
mengambil kesimpulan dari bahan yang disajikan sekaligus dapat memberi motivasi
bagi pembelajar untuk belajar lebih jauh dengan hati yang senang. Materi yang
sulit akan mudah dimengerti oleh peserta didik, jika disampaikan dengan metode
yang tepat dan menarik. Yang abstrak menjadi konkret karena metode yang baik.
Penguasaan guru terhadap berbagai metode mengajar mutlak diperlukan. Tidak ada
satu metode pendidikan yang tepat guna untuk semua tujuan pendidikan, semua
ilmu, semua isi pelajaran, semua tahap perkembangan, kematangan dan kecerdasan,
untuk semua guru dan untuk semua keadaan yang meliputi proses pendidikan dan
pengajaran. Paling tidak seseorang menggunakan metode belajar mengajar
tergantung kepada posisi (1) apa tujuan pembelajarannya, (2) bagaimana
kemampuan guru, (3) bagaimana keadaan peserta didik, (4) apa karakteristik mata
pelajarannya, (5) sejauh mana sarana dan prasarana pembelajaran yang tersedia,
dan (6) suasana pembelajaran yang meliputinya.
Dalam hal pemilihan metode terutama metode pendidikan Islam,
harus juga dipertimbangkan prinsip-prinsip dalam menggunakan metode. Menurut
al-Syaibani di antara prinsip-prinsip umum yang paling menonjol dalam metode
pendidikan Islam ialah bahwa semua aktivitas mengajar dan belajar, –termasuk
metode pendidikan Islam yang digunakan itu– harus berdasarkan akhlak terpuji;
dapat membangkitkan semangat ajaran akhlak Islam; menekankan kebebasan murid-murid
berdiskusi, berdebat dan berdialog dalam batas-batas kesopanan dan hormat
menghormati; bersifat luwes dan dapat menerima perubahan dan penyesuaian sesuai
dengan keadaan dan suasana dan mengikut sifat pembelajar. Juga menerima
perbedaan sesuai dengan ilmu dan mata pelajaran dan topik tertentu, begitu juga
dengan perbedaan umur peserta didik dan perbedaan kemampuan-kemampuan dan tahap
kematangan mereka; metode yang dipilih harus dapat mengkomunikasikan antara
teori dan praktik, antara ide dan kenyataan, antara warisan budaya dan
inovasi-inovasi di segala bidang.
Nah itulah sekelumit mengenai teori dasar dalam filsfat
pendidikan dan sedikit pandangan mengenai hal tersebut dalam islam. Semoga
bermanfaat..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar