Apakah kalian pernah mendengar istilah mutikulturalisme? Lalu bagaimana
pula mengenai pendidikan multikultualisme? Mari kita bahas..
Heterognitas
merupakan fenomena yang sunatullahdan tidak daapat kita pungkiri bahwa dalam setiap
sesututu terdapat keberaneka ragaman. Suatu negara di dalamnya pasti terapat
beraneka ras, suku dan keberanekaan lainnya yang pada akhirnya melahirkan
keberanekaan pula dalam berbagi aspek kehidupannya yang lazim disebut
multicultural atau keberanekaan kebudayaan. Keberanekaan tersebut dapat berupa
keberanekaan pandangan kehidupan, adat kebiasaan, bahasa, bahkan dalam
pendidikan.
Suatu
wacana yang perlu kita respon secara positif adalah pendidikan
multikulturalisme. Sebuah gagasan positif bila pendidikan multikukturalisme
dilaksanakanb berangkat dari tujuan umum pendidikan yang notabene bukan hanya
sebuah transformasi ilmu pengetahuan, meliankan juga proes internalisasi nilai.
Selain itu, pada prinsipnya setiap orang memiliki kebebasan dalm hal pemerolehan
ilmu pengetahuan tanpa adanya suatu diskriminasi dan subordinasi suatu golongan
tertentu yang mana hgal tersebut dapat tercapai dengan pendidikan
multikulturalisme.
Maka dalam makalaj ini pemakalah mencoba kembali membuka ruamg diskusi terkait wacana pendidikan multikulturalisme guna memnadapatkan solusi positif dalam merespon wacana tersebut.
Maka dalam makalaj ini pemakalah mencoba kembali membuka ruamg diskusi terkait wacana pendidikan multikulturalisme guna memnadapatkan solusi positif dalam merespon wacana tersebut.
Hakekat
manusia adalah berada dalam ruang kemanusiaan,yang mana tidak lain adalah
kebudayaan manusia yang terbentang dalam ruang dan waktu. Tidak ada masyarakat
tanpa budaya,sehingga pendidikan dan kebudayaan merupakan kesatuan
eksistensial.
Proses pendidikan tidak dapat redusir sebagai proses yang terjadi dalam suatu lembaga sekolah,tetapi sekolah sebagai lembaga social merupakan bagian dari proses pendidikan sebagai proses pembudayaan. Dengan kata lain pendidikan ada bila ditempatkan pada lingkungan kebudayaan suatu masyarakat,dan inilah perspektif studi cultural mengenai pendidikan.
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru yang multicultural maka melalui proses pendidikan itulah akan terwujud,kebenaran ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas, keberagaman dalam beragama, etnis, bahasa. budaya, kemampuan, ras dsb.1 Pendidikan multikulturalisme adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama, dan budaya(kultur)2. Karena pendidikan ini adalah menghargai heterogeneritas dan pluralitas maka yang terpenting adalah tujuan dalam strategi pembelajarannya siswa mudah mempelajari dan memahami sehingga meningkatkan kesadaran agar berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis. Dalam paradigma multicultural dituntut untuk berpegang pada prisip-prinsip berikut:
Proses pendidikan tidak dapat redusir sebagai proses yang terjadi dalam suatu lembaga sekolah,tetapi sekolah sebagai lembaga social merupakan bagian dari proses pendidikan sebagai proses pembudayaan. Dengan kata lain pendidikan ada bila ditempatkan pada lingkungan kebudayaan suatu masyarakat,dan inilah perspektif studi cultural mengenai pendidikan.
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru yang multicultural maka melalui proses pendidikan itulah akan terwujud,kebenaran ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas, keberagaman dalam beragama, etnis, bahasa. budaya, kemampuan, ras dsb.1 Pendidikan multikulturalisme adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama, dan budaya(kultur)2. Karena pendidikan ini adalah menghargai heterogeneritas dan pluralitas maka yang terpenting adalah tujuan dalam strategi pembelajarannya siswa mudah mempelajari dan memahami sehingga meningkatkan kesadaran agar berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis. Dalam paradigma multicultural dituntut untuk berpegang pada prisip-prinsip berikut:
1.
Pendidikan multilkultural
harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan perspektif
pluralistik.
2.
Pendidikan multicultural
harus berpijak pada pandangan bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap
kebenaran sejarah
3.
Kurikulum dicapai sesuai
dengan penekanan analisis komparatif dengan kebhinekaan perspektif cultural
4.
Pendidikan multicultural
harus mendukung prinsip-prinsip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang
ras,kultur, agama.
Tuntutannya
kepada pendidik adalah menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multicultural
sehingga tidak hanya menguasai dan professional saja. Sehingga diharapkan
dengan implementasi ini visi misi dapat tercapai sehingga menjadi generasi yang
menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistic dan kejujuran
dalam perilaku sehari-hari. Pada akhirnya meminimalisir permasalahan bangsa
karena mencetak generasi multicultural yang menghargai perbedaan, selalu
menegakkan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan.
Yang
melatar belakangi adanya Pendidikan multicultural adalah keberadaan masyarakat
dengan indiviu-individu yang beragam latar belakang bahasa dan kebangsaan
(nationality), suku, agama, gender, dan kelas social. Keragaman latar belakang
individu dalam masyarakat tersebut berimplikasi pada keragaman latarbelakang peserta
didik dalam suatu lembaga pendidikan(James A. Blank, 1989:14). Dalam konteks
Indonesia peerta didik di berbgai lembaga pendidikan diasumsikan juga terdiri
dari peserta didik yang memiliki beragam latar belakang agama, etnik, bahasa
dan budaya. Asumsi ini di angun berdasarkan pada data bahwa di Indonesia
terdapat 250 kelompok suku, 250 lebih bahasa local, 13000 pulau, dan 5 agama
resmi (Leo Suryo dinata, Dkk 2003) paling tidak keberagaman siswa di
embaga-lembaga pendidikan terdapat pada paham keagamaan aviliasi politik
tingkat social ekonomi, adat istiadat, jenis kelamin, dan asal daerahnya.
Pendidikan
multicultural merupakan gerakan reformasi pendidikan di Amerika yang muncul dan
berkembagn berlatar belakang perjuangan hak-hak kaum sipil afro-amerika di tahun
60-an. Perubahan demografi masyarakat populasi imigran memberikan signifikansi
ekses pada lembaga pendidikan. Gerakan reformasi pada dunia pendidikan
mengupayakan transformsi pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua orang
akan menikmati akses yang sama untuk menikmati pendidikan. Secara historis
pendidikan multicultural sebagai sebuah konsep pada awalnya sangat bias karena
memiliki keterkaitan dengan pejuangan Ham dari kelompok marginal di amerika.
Gerakan ini karena diskriminasi social afro-amerika dengan warna kulitnya dan
lembaga lainnya salah satunya adalah lembaga pendidikan. Konsep ini menjadi
komitmen global sejalan dengan rekomendasi UNESCO, Oktober 1994 di jenewa
dengan menyeru:
1.
Pendidikan seyogyanya mengembangkan kesadaran
untuk memahami dan menerima system nilai dalam kebhinekaan pribadi,jenis kelamin,ras,etnis
dan kultur.
2.
Pendidikan seyogyanya
mendorong konvergensi gagasan yang memerkokoh perdamaian,persaudaraan dan solidaritas
dalam masyarakat.
3.
Pendidikan seyogyanya
membangun kesadaran untuk menyelesaikan konflik secara damai.
4.
Pendidikan seyogyanya
meningkatkan pengembangan kualitas toleransi dan kemauan untuk berbagi secara
mendalam.
Perkembangannya
sekarang menyebar ke seluruh Negara yang mempunyai kebhinekaan etnis,ras,budaya
dsb termasuk Indonesia. Paradigma multicultural juga tertera pada pasal 4 UU No
20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasoinal4, dan juga pada UU Sisdiknas
juga menjabarkan tentang tujuan pendidikan multicultural. Ini adalah salah satu
bukti bahwa satu concern Indonesia dalam pendidikan multikulturalisme.
Berangkat
dari paradigma P. Freire yaitu: konservatif, liberal dan kritis yang
mempengaruhi proses pendidikan, sehingga paradigma multicultural berangkat dari
heterogenitas dan pluralitas yang mampu mengakomodir heterogenitas tsb.
Sehingga munculah paradigma, teosentrisme5, kosmosentrisme6, antrosentrisme7.
Paradigma sinergitas adalah yang paling kontanibel dalam model pendidikan
multicultural karena menggunakan ke tiga paradigma tsb sebagai kesatuan system sudut
pandang. Dengan adanya paradigma sinergitas ini maka,seperti parsialisasi,
perbedaan etnis,budaya ,bahasa,agama dll dapat dihilangkan dengan bersih.
Dengan adanya paradigma ini maka segala bentuk pendidikan yang berbau tidak
memanusiakan manusia, seperti eksploitasi pendidikan,kapitalisme pendidikan,
komersialisasi pendidikan, kanibalisasi pendidikan dan segala bentuk
diskriminasi pendidikan harus ditinggalkan.
Pendidikan
mutikulturalisme mencoba mengantisipasi berbagi perbedaan yang ada. Orientasi
yang dibangun daqn dipertahankan dalam pendidikan multikulturalisme adalah :
1.
Orientasi kemanusiaan,
humanism yang menjadi landasan sekaligus tujuan pendidikan. Kemanusiaan besifat
universal, global, jauh dari sifat ekspliotatif, dominatirf, serta kompetitif yang
sebebas-bebasnya.
2.
Orintasi kebersamaan,
yaitu nilai koopratif yang sangat mulia dalam masyrakat plural dan heterogen.
3.
Oriantasi kesejahteraan,
welfarisme yng merupakan sebuah kondisi yang diharapkan adanya kesadaran diri
tanpa ada paksaan.
4.
Orientasi proporsional,
aspek ketepatan, tepat landasan tepat proses, dan tepat tujuan.
5.
Orientasi mengakui
pluralitas dan heterognitas.
6.
Orientasi anti hegemoni
dan dominasi.
Di
era multikulturalisme dan pluralism ini, Pendidikan Islam sedang mendapatkan
tantangan karena belum mampu melepaskan peserta didik dari eksklusifitas
beragama. Doktrin selalu diajarkan di kelas tanpa dibvarengi dengan kesadaran
berdialog dengan agama lain. Kondisi inilah yang menjadikan pendidikan Islam
sangat ekslusif dan tidak toleran padhal di era pluralism dan multikulturalisme
ini pendidikan Islam semestinya melakukan reorientasi filosofis paradigmatic
tentang bafaiman membentuk kesadaran peserta didiknya bewajah inklusif dan
toleran.
Kondisi
pendidkan islam yang cenderumg eksklusif ini seringkali melahirkan Islam
radikal yang cenderung agresif terhadap pihak lain yang kadang kadang scara
tidak langsung merugikan Islam sendiri. Oleh karena itu, tugas berat bagi kit
menyiapkan generasi umat yang bebas dari konflik dan kekerasan. Dan disinilah
pendidikan dianggap sebagai instumen penting dalam menyiapkan generasi umat
bergama yang bebas konflik.
Sumber/referensi:Yaqin, M. Ainul. 2005. Pendidikan multicultural cross-kultural untuk demokrasi dan keadilan. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar