Minggu, 18 Desember 2016

PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME


Apakah kalian pernah mendengar istilah mutikulturalisme? Lalu bagaimana pula mengenai pendidikan multikultualisme? Mari kita bahas..
Heterognitas merupakan fenomena yang sunatullahdan tidak daapat kita pungkiri bahwa dalam setiap sesututu terdapat keberaneka ragaman. Suatu negara di dalamnya pasti terapat beraneka ras, suku dan keberanekaan lainnya yang pada akhirnya melahirkan keberanekaan pula dalam berbagi aspek kehidupannya yang lazim disebut multicultural atau keberanekaan kebudayaan. Keberanekaan tersebut dapat berupa keberanekaan pandangan kehidupan, adat kebiasaan, bahasa, bahkan dalam pendidikan.
Suatu wacana yang perlu kita respon secara positif adalah pendidikan multikulturalisme. Sebuah gagasan positif bila pendidikan multikukturalisme dilaksanakanb berangkat dari tujuan umum pendidikan yang notabene bukan hanya sebuah transformasi ilmu pengetahuan, meliankan juga proes internalisasi nilai. Selain itu, pada prinsipnya setiap orang memiliki kebebasan dalm hal pemerolehan ilmu pengetahuan tanpa adanya suatu diskriminasi dan subordinasi suatu golongan tertentu yang mana hgal tersebut dapat tercapai dengan pendidikan multikulturalisme.
Maka dalam makalaj ini pemakalah mencoba kembali membuka ruamg diskusi terkait wacana pendidikan multikulturalisme guna memnadapatkan solusi positif dalam merespon wacana tersebut.
Hakekat manusia adalah berada dalam ruang kemanusiaan,yang mana tidak lain adalah kebudayaan manusia yang terbentang dalam ruang dan waktu. Tidak ada masyarakat tanpa budaya,sehingga pendidikan dan kebudayaan merupakan kesatuan eksistensial.
Proses pendidikan tidak dapat redusir sebagai proses yang terjadi dalam suatu lembaga sekolah,tetapi sekolah sebagai lembaga social merupakan bagian dari proses pendidikan sebagai proses pembudayaan. Dengan kata lain pendidikan ada bila ditempatkan pada lingkungan kebudayaan suatu masyarakat,dan inilah perspektif studi cultural mengenai pendidikan.
Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia baru yang multicultural maka melalui proses pendidikan itulah akan terwujud,kebenaran ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang begitu beragam dan luas, keberagaman dalam beragama, etnis, bahasa. budaya, kemampuan, ras dsb.1 Pendidikan multikulturalisme adalah pendidikan yang memperhatikan secara sungguh-sungguh latar belakang peserta didik baik dari aspek keragaman suku (etnis), ras, agama, dan budaya(kultur)2. Karena pendidikan ini adalah menghargai heterogeneritas dan pluralitas maka yang terpenting adalah tujuan dalam strategi pembelajarannya siswa mudah mempelajari dan memahami sehingga meningkatkan kesadaran agar berperilaku humanis, pluralis, dan demokratis. Dalam paradigma multicultural dituntut untuk berpegang pada prisip-prinsip berikut:
1.      Pendidikan multilkultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan perspektif pluralistik.
2.      Pendidikan multicultural harus berpijak pada pandangan bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah
3.      Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan kebhinekaan perspektif cultural
4.      Pendidikan multicultural harus mendukung prinsip-prinsip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras,kultur, agama.
Tuntutannya kepada pendidik adalah menanamkan nilai-nilai inti dari pendidikan multicultural sehingga tidak hanya menguasai dan professional saja. Sehingga diharapkan dengan implementasi ini visi misi dapat tercapai sehingga menjadi generasi yang menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistic dan kejujuran dalam perilaku sehari-hari. Pada akhirnya meminimalisir permasalahan bangsa karena mencetak generasi multicultural yang menghargai perbedaan, selalu menegakkan nilai-nilai demokrasi, keadilan dan kemanusiaan. 
Yang melatar belakangi adanya Pendidikan multicultural adalah keberadaan masyarakat dengan indiviu-individu yang beragam latar belakang bahasa dan kebangsaan (nationality), suku, agama, gender, dan kelas social. Keragaman latar belakang individu dalam masyarakat tersebut berimplikasi pada keragaman latarbelakang peserta didik dalam suatu lembaga pendidikan(James A. Blank, 1989:14). Dalam konteks Indonesia peerta didik di berbgai lembaga pendidikan diasumsikan juga terdiri dari peserta didik yang memiliki beragam latar belakang agama, etnik, bahasa dan budaya. Asumsi ini di angun berdasarkan pada data bahwa di Indonesia terdapat 250 kelompok suku, 250 lebih bahasa local, 13000 pulau, dan 5 agama resmi (Leo Suryo dinata, Dkk 2003) paling tidak keberagaman siswa di embaga-lembaga pendidikan terdapat pada paham keagamaan aviliasi politik tingkat social ekonomi, adat istiadat, jenis kelamin, dan asal daerahnya.
Pendidikan multicultural merupakan gerakan reformasi pendidikan di Amerika yang muncul dan berkembagn berlatar belakang perjuangan hak-hak kaum sipil afro-amerika di tahun 60-an. Perubahan demografi masyarakat populasi imigran memberikan signifikansi ekses pada lembaga pendidikan. Gerakan reformasi pada dunia pendidikan mengupayakan transformsi pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua orang akan menikmati akses yang sama untuk menikmati pendidikan. Secara historis pendidikan multicultural sebagai sebuah konsep pada awalnya sangat bias karena memiliki keterkaitan dengan pejuangan Ham dari kelompok marginal di amerika. Gerakan ini karena diskriminasi social afro-amerika dengan warna kulitnya dan lembaga lainnya salah satunya adalah lembaga pendidikan. Konsep ini menjadi komitmen global sejalan dengan rekomendasi UNESCO, Oktober 1994 di jenewa dengan menyeru:
1.       Pendidikan seyogyanya mengembangkan kesadaran untuk memahami dan menerima system nilai dalam kebhinekaan pribadi,jenis kelamin,ras,etnis dan kultur.
2.      Pendidikan seyogyanya mendorong konvergensi gagasan yang memerkokoh perdamaian,persaudaraan dan solidaritas dalam masyarakat. 
3.      Pendidikan seyogyanya membangun kesadaran untuk menyelesaikan konflik secara damai.
4.      Pendidikan seyogyanya meningkatkan pengembangan kualitas toleransi dan kemauan untuk berbagi secara mendalam. 
Perkembangannya sekarang menyebar ke seluruh Negara yang mempunyai kebhinekaan etnis,ras,budaya dsb termasuk Indonesia. Paradigma multicultural juga tertera pada pasal 4 UU No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasoinal4, dan juga pada UU Sisdiknas juga menjabarkan tentang tujuan pendidikan multicultural. Ini adalah salah satu bukti bahwa satu concern Indonesia dalam pendidikan multikulturalisme.
Berangkat dari paradigma P. Freire yaitu: konservatif, liberal dan kritis yang mempengaruhi proses pendidikan, sehingga paradigma multicultural berangkat dari heterogenitas dan pluralitas yang mampu mengakomodir heterogenitas tsb. Sehingga munculah paradigma, teosentrisme5, kosmosentrisme6, antrosentrisme7. Paradigma sinergitas adalah yang paling kontanibel dalam model pendidikan multicultural karena menggunakan ke tiga paradigma tsb sebagai kesatuan system sudut pandang. Dengan adanya paradigma sinergitas ini maka,seperti parsialisasi, perbedaan etnis,budaya ,bahasa,agama dll dapat dihilangkan dengan bersih. Dengan adanya paradigma ini maka segala bentuk pendidikan yang berbau tidak memanusiakan manusia, seperti eksploitasi pendidikan,kapitalisme pendidikan, komersialisasi pendidikan, kanibalisasi pendidikan dan segala bentuk diskriminasi pendidikan harus ditinggalkan.
Pendidikan mutikulturalisme mencoba mengantisipasi berbagi perbedaan yang ada. Orientasi yang dibangun daqn dipertahankan dalam pendidikan multikulturalisme adalah :
1.      Orientasi kemanusiaan, humanism yang menjadi landasan sekaligus tujuan pendidikan. Kemanusiaan besifat universal, global, jauh dari sifat ekspliotatif, dominatirf, serta kompetitif yang sebebas-bebasnya.
2.      Orintasi kebersamaan, yaitu nilai koopratif yang sangat mulia dalam masyrakat plural dan heterogen.
3.      Oriantasi kesejahteraan, welfarisme yng merupakan sebuah kondisi yang diharapkan adanya kesadaran diri tanpa ada paksaan.
4.      Orientasi proporsional, aspek ketepatan, tepat landasan tepat proses, dan tepat tujuan.
5.      Orientasi mengakui pluralitas dan heterognitas.
6.      Orientasi anti hegemoni dan dominasi.
Di era multikulturalisme dan pluralism ini, Pendidikan Islam sedang mendapatkan tantangan karena belum mampu melepaskan peserta didik dari eksklusifitas beragama. Doktrin selalu diajarkan di kelas tanpa dibvarengi dengan kesadaran berdialog dengan agama lain. Kondisi inilah yang menjadikan pendidikan Islam sangat ekslusif dan tidak toleran padhal di era pluralism dan multikulturalisme ini pendidikan Islam semestinya melakukan reorientasi filosofis paradigmatic tentang bafaiman membentuk kesadaran peserta didiknya bewajah inklusif dan toleran.
Kondisi pendidkan islam yang cenderumg eksklusif ini seringkali melahirkan Islam radikal yang cenderung agresif terhadap pihak lain yang kadang kadang scara tidak langsung merugikan Islam sendiri. Oleh karena itu, tugas berat bagi kit menyiapkan generasi umat yang bebas dari konflik dan kekerasan. Dan disinilah pendidikan dianggap sebagai instumen penting dalam menyiapkan generasi umat bergama yang bebas konflik.
Sumber/referensi:
Yaqin, M. Ainul. 2005. Pendidikan multicultural cross-kultural untuk demokrasi dan keadilan. Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar