Siapa yang tau asal-usul atau sejarah
propinsi kebanggan kita yaitu Banten, pasti sebagian dari kalian tentu telah
mempelajari sajarah salah satu propinsi di Indonesia ini, ya Banten yang
terkenal dengan istilah jawara ini memiliki sejuta cerita dan padat akan
budaya, mari kita bahas.
Suku Banten atau lebih tepatnya orang
Banten adalah penduduk asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan kesultanan
Banten di luar Parahyangan Cirebon dan Jakarta. Orang Banten menggunakan bahasa
Banten, bahasa Banten adalah salah satu dialek sunda yang lebih dekat kepada
bahasa sunda kuno, pada tingkatan bahasa sunda modern dikelompokkan sebagai
bahasa kasar. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melalui program berita
Bejati Lembur dalam bahasa yang disiarkan oleh salah satu stasiun telvisi local
di wilayah Banten.
Kata Banten muncul jauh sebelum
berdirinya kseultanan Banten. Kata ini muncul untuk menamai sebuah sungai dan
daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Cibanten. Rujukan tertulis
pertama mengenai Banten dapat ditemukan pada naskah sunda kuno Bujangga Manik
yang menyebutkan nama-nama tempat di Banten dan sekitarnya. Adapun isi naskah
tersebut adalah sebagai berikut:
” tanggeran
labuhan Ratu, Ti kelar alas payangwung, tanggeran na alas Banten, Itu ta na
gunung (....)ler, tenggeran alas Pamekser, nu awas ka Tanjak Barat, itu ta pulo
Sanghiang, heulet-heulet nusa lampung, Ti timur pulo Tampurung, Ti barat pulo
Rakata, gunung di tengah sagar. Itu ta gunung Jereding, tanggeran na alas Mirah,
ti barat na lengkong Gowong, itu ta gunung Sudara, na gunung Guha Bantayan,
tanggeran na Hujung Kulan, ti barat bukit Cawiri. Itu ta na gunung Raksa,
gunung Sri Mahapawita, tanggeran na Panahitan. ”
Dataran lebih tinggi yang dilalui sungai
ini disebut Cibanten atau disingkat Banten Girang. Berdasarkan riset yang
dilakukan di Banten Girang pada 1988 dalam program Franco-Indonesian
Exacavations, di daerah ini telah ada pemukiman sejak abad ke 11 sampai 12
(saat kerajaan sunda). Berdasarkan riset ini juga diketahui bahwa daerah ini
berkembang pesat pada abad ke 16 saat Islam masuk pertama kali diwilayah ini.
Perkembangan pemukiman ini kemudian meluas atau bergesr kearah Serang dan
kearah pantai. Pada daaerah pantai inilah kemudian didirikan kesultanan banten
oleh sunan Gunung Djati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh bekas
kerajaan Sunda di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa dan Batavia direbut oleh
Belanda sedangkan Cirebon dan Parahyangan direbut oleh Mataram. Daerah
kesultanan ini kemudian diubah menjadi keresidenan pada zaman penjajahan
Belanda.
Orang asing kadang menyebut penduduk
yang tinggal pada bekas keresidenan ini sebagai Bantenese yang mempunyai arti
“orang Banten”. Contohnya, Guillot Claude menulis pada halaman 35 bukunya The Sultanate of banten “These estates,
owned by Banten of Chinese origin, were concentrated around the village of
kelapadua”. Ia menyatakan bahwa keturunan Cina juga adalah Bantenese atau
penduduk Banten.
Hanya setelah dibentuknya Propinsi
Banten, ada sebagian oaring menerjemahkan Bantenese menjadi suku Banten sebagai
kesatuan etnik dengan budaya yang unik.
Menutur kepercayaan yang mereka anut,
orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa
atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering dihubungkan dengan
nabi Adam sebagai nenek moyang pertama.
Menurut kepercayaan mereka Adam dan keturunannya termasuk warga Kanekes
mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
Namun verli lain megatakan bahwa mesyarakat
Kanekes dikaitkan dengan kerajaan Sundda wilayah ujung barat pulau Jawa ini
merupakan bagian penting dari kerajaan Sunda. Dimana Banten merupakan pelabuhan
dagang yang besar dan sungai Ciujung dapat dilayari berbagai jenis perahun dan
digunakan untuk pengangkutan hasil bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian
penguasa wilayah tersebut yang disebut sebgai Pangeran Pucuk Umun menggangap
bahwa kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuik itu diperintahkanlah
sepasukan kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan mengelola kawasan
berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung Kendeng tersebut Keberadaan
pasukan dengan tugasnya yang khusus tersebut tampaknya menjadi cikal bakal
masyarakat baduy yang sampai sekarang masih mendiami wilayah hulu sungai
Ciujung di Gunung Kendeng tersebut.
Itulah asal usul nama Banten dan
sejarahnya, sungguh menarik bukan? Oleh karena itu sebagai penduduk Banten asli
seharusnya kita bangga akan bahasa dan budaya yang kita miliki dan ikut serta
dalam upaya pelestariannya agar tidak punah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar