Apakah kalian pernah
mengunjungi daerah istimewa Yogyakarta, jika kalian pernah pergi kesana
tertunya tidak akan terlewatkan untuk mengunjungi candi Borobudur yang
merupakan salah satu keajaiban dunia. Tahukan kalian apa filosofi bagunan megah
tersebut? Mari kita bahas..
Arsitektur Candi
Borobudur diyakini memiliki makna penting tentang pemahaman manusia terhadap
kehidupan dunia dan keyakinan religi manusia pada masa pembangunannya. Selain
sebagai lambang alam semesta dengan pembagian vertikal (Kamadhatu, Rupadhatu,
dan Arupadhatu), Candi Borobudur juga mengandung maksud tertentu yang
dilukiskan melalui relief-relief ceritanya.
Menurut catatan Balai Konservasi Borobudur, dalam bangunan Candi
Borobudur terdapat 1.460 panil relief cerita (tersusun 11 deretan mengitari
bangunan candi) dan relief dekoratif (berupa relief hias) sebanyak 1.212
panil.
Relief cerita pada tingkat Kamadhatu (kaki candi) mewakili dunia
manusia menggambarkan perilaku manusia yang masih terikat oleh nafsu duniawi.
Hal ini terlihat pada dinding kaki candi yang asli terpahatkan 160 panil
relief Karmawibhangga yang
menggambarkan hukum sebab akibat. Tingkat Rupadhatu (badan candi) mewakili
dunia antara, menggambarkan perilaku manusia yang sudah mulai meninggalkan
keinginan duniawi, akan tetapi masih terikat oleh suatu pengertian dunia nyata.
Pada tingkatan ini dipahatkan 1.300 panil yang terdiri dari relief
Lalitavistara, Jataka, Avadana, dan Gandawyuha. Sedang pada tingkat Arupadhatu
tidak ada relief, melainkan terdapat patung-patung
Berikut uraian singkat dari relief tersebut:
Tingkat I
Dinding atas relief Lalitavistara (120
panil).
Relief Lalitavistara menggambarkan riwayat hidup Sang
Buddha Gautama dimulai pada saat para dewa di surga Tushita mengabulkan
permohonan Bodhisattva untuk turun ke dunia menjelma menjadi manusia bernama
Buddha Gautama. Ratu Maya sebelum hamil bermimpi menerima kehadiran gajah putih
dirahimnya. Di Taman Lumbini Ratu Maya melahirkan puteranya dan diberi nama
pangeran Sidharta. Pada waktu lahir Sidharta sudah dapat berjalan, dan pada
tujuh langkah pertamanya tumbuh bunga teratai. Setelah melahirkan Ratu Maya
meninggal, dan Sidharta diasuh oleh bibinya Gautami. Setelah dewasa Sidharta
kawin dengan Yasodhara yang disebut dengan dewi Gopa.
Dalam suatu perjalanan
Sidharta mengalami empat perjumpaan yaitu bertemu dengan pengemis tua yang
buta, orang sakit, orang mati membuat Sidharta menjadi gelisah, karena orang
dapat menjadi tua, menderita, sakit dan mati. Akhirnya Sidharta bertemu dengan
seorang pendeta, wajah pendeta itu damai, umur tua, sakit, dan mati tidak
menjadi ancaman bagi seorang pendeta. Oleh karena menurut ramalan Sidharta akan
menjadi pendeta, maka ayahnya mendirikan istana yang megah untuk Sidaharta.
Setelah mengalami empat perjumpaan tersebut Sidharta tidak tenteram tinggal di
istana, akhirnya diam-diam meninggalkan istana. Sidharta memutuskan enjadi
pendeta dengan memotong rambutnya. Pakaian istana ditinggalkan dan memakai
pakaian budak yang sudah meninggal, dan bersatu dengan orang-orang miskin.
Sebelum melakukan samadi Sidharta mensucikan diri di sungai Nairanjana.
Sidharta senang ketika seorang tukang rumput mempersembahkan tempat duduk dari
rumput usang. Di bawah pohon Bodhi pada waktu bulan purnama di bulan Waisak,
Sidharta menerima pencerahan sejati, sejak itu Sidharta menjadi Buddha di kota
Benares.
Cerita Manohara
menggambarkan cerita udanakumaravada yaitu kisah perkawinan pangeran Sudana
dengan bidadari Manohara. Karena berjasa menyelamatkan seekor naga, seorang
pemburu bernama Halaka mendapat hadiah laso dari orang tua naga. Pada suatu
hari Halaka melihat bidadari mandi di kolam, dengan lasonya berhasil menjerat
salah seorang bidadari tercantik bernama Manohara. Oleh karena Halaka tidak
sepadan dengan Manohara, maka Manohara dipersembahkan kepada pangeran Sudana,
meskipun ayah Sudana tidak setuju. Banyaknya rintangan tidak dapat menghalangi
pernikahan pangeran Sudana dengan Manohara. Cerita Awadana mengisahkan
penjelmaan kembali orang-orang suci, diantaranya kisah kesetiaan raja Sipi
terhadap makhluk yang lemah. Seekor burung kecil minta tolong raja Sipi agar
tidak dimangsa burung elang. Sebaliknya burung elang minta raja Sipi menukar
burung kecil dengan daging raja Sipi. Setelah ditimbang ternyata berat burung
kecil dengan raja Sipi sama beratnya, maka raja Sipi bersedia mengorbankan diri
dimangsa burung elang. Seorang pemimpin harus berani mengorbankan dirinya untuk
rakyat kecil dan semua makhluk hidup.
Langkan bawah (kisah binatang) relief
Jatakamala (372 panil)
dan Langkan atas (kisah binatang) relief
Jataka (128 panil)
Relief ini mempunyai
arti untaian cerita jataka yang mengisahkan reinkarnasi sang Buddha sebelum
dilahirkan sebagai seorang manusia bernama pangeran Sidharta Gautama. Kisah ini
cenderung pada penjelmaan sang Buddha sebagai binatang yang berbudi luhur
dengan pengorbanannya. Cerita jataka diantaranya kisah kera dan banteng. Kera
yang nakal suka mengganggu banteng, namun banteng diam saja. Dewi hutan
menasehati banteng untuk melawan kera, namun banteng menolak mengusir kera
karena takut kera akan pergi dari hutan dan mengganggu kedamaian
binatang-binatang lain. Akhirnya dewi hutan bersujud kepada banteng karena
sikap banteng didalam menjaga keserasian dan kedamaian di hutan. Kisah jataka
lainnya adalah pengorbanan seekor gajah yang mempersembahkan dirinya untuk
dimakan oleh para pengungsi yang kelaparan.
Tingkat II
Dinding relief Gandawyuha (128 panil)
dan Langkan relief Jataka/Avadana (100 panil)
Relief ini mungkin melanjutkan kehidupan Sang
Buddha di masa lalu. Beberapa adegan dikenal kembali antara lain terdapat pada
sudut barat laut, yaitu Bodhisattva menjelma sebagai burung merak dan
tertangkap, akhirnya memberikan ajarannya.
Tingkat III:
Dinding relief Gandawyuha (88 panil)
Relief pada tingkatan
ini menggambarkan riwayat Bodhisattva Maitreya sebagai calon Budha yang akan
datang, merupakan kelanjutan dari cerita di tingkat II.
Tingkatan paling atas
Candi Borobudur dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak
berwujud). Pada tingkatan ini, manusia sudah bebas dari segala keinginan
dan ikatan bentuk dan rupa namun belum mencapai nirwana. Pada Arupadhatu yang
terlihat adalah stupa-stupa terawang yang di dalamnya terdapat patung Buddha.
Di tingkatan tertinggi dari Candi Borobudur yang memiliki total 10 tingkatan
atau pelataran ini terdapat sebuah stupa yang terbesar dan tertinggi. Di dalam
stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak sempurna atau
disebut juga Unfinished Buddha yang kini di simpan di Museum Karmawibhangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar