Pernahkah
kalian melihat seorang mahasisiwa mengenakan sergam ketika kuliah? Pasti
adakan? Yah hal itu memang benar, ada beberapa lembaga penyelenggara
pendidikan, khususnya tingkat pendidikan tinggi atau dalam suatu lembaga
perkuliahan yang mewajibkan mahasiswanya mengenakan seragam? Mengapa? Adakah
manfaatnya? Kita bahas yuuuk.
Seragam
adalah seperangkat pakaian standard sama corak dan modelnya yang digunakan oleh
sekelompok orang atau organisasi tertentu. Pemakaian baju seragam kini telah
mendunia mulai dari Militer, Polisi, Sekuriti, Milisi sampai klub olah raga,
Seniman dan Petugas Restauran pun menggunakannya. Bahkan ibu-ibu RT dan anak-
sekolah pun menggunakan baju seragam.
Seragam
telah digunakan sejak ratusan tahun sebelum Masehi. Pertama sekali digunakan
secara kolektif oleh legiun Sparta, Yunani kuno yang terkenal (400 - 600
SM). Setelah zaman kuno tersebut, kerajaan Romawi (30 SM - 395 ) memperkenalkan
seragam militer pada satuan kekuatan utama dalam milter Romawi (Legionari).
Pada abad ke 18, seragam militer pertama sekali diperkenalkan oleh unit kecil
pasukan khusus Perancis, Imperial Guard, salah satunya Napoleon's Imperial
Guard. Seragam militer telah berevolusi demikian hebatnya.
Apakah
kuliah juga harus pakai seragam seperti layaknya anggota militer? Disini
mahasiswa dituntut untuk memakai seragam sesuai dengan profesi apa yang hendak
dicetak, misalnya menjadi calon guru, calon bidan perawat atau dokter dan
lainnya.
Hal ini dilakukan
sebagai upaya dalam mempersiapkan mahasiswa yang siap menjadi keluaran (output) yang professional sesuai dengan
bidangnya, upaya ini berpacuan pada pepatah yang berbunyi “bisa karena biasa”.
Dengan demikian mahasiswa yang dituntut untuk bisa berpakaian rapi sesuai
dengan keprofesiannya diharapkan akan terbiasa jika dimulai dari masa-masa
mereka menempuh kependidikan yang mereka ambil yaitu ketika dibangku
perkuliahan. Namun, efektifkah maksud dan tujuan tersebut?
Sebagai
contoh kita ambil satu profesi yang keberadaanya sangat vital yaitu guru atau
tenaga pendidik. Haruskah guru bersegaram rapi?
Guru selalu berhadapan dengan murid sejak PAUD/
TK, SD, SMP, SMA/ SMK. Guru berhadapan dengan anak-anak yang belum dapat
memahami makna di balik seragam. Untuk anak sekolah memang perlu diseragamkan
karena tiga alasan.
Pertama,
agar tidak terjadi kastanisasi kelas sosial. Jika setiap siswa bebas mengenakan
baju, tentunya itu dapat berakibat buruk. Siswa yang berasal dari keluarga
miskin tentu merasa malu karena bajunya tidak berganti-ganti seperti
teman-teman lainnya. Kedua, seragam
dapat digunakan sebagai media untuk membangun budaya disiplin. Dengan pengenaan
seragam, tentunya sekolah dapat memantau kedisiplinan anak. Pada akhirnya,
mental disiplin anak pun terbentuk. Ketiga,
siswa mudah bersosialisasi sesama siswa karena kemudahan mengenal identitasnya.
Setiap seragam tentu dilengkapi dengan atribut sebagai identitas instansi.
Inilah pentingnya seragam bagi anak.
Namun, ada beberapa alasan mengapa seragam tidak perlu dikenakan guru (Johan
Wahyudi dalam KOMPAS). Banyak kekurangan yang menyebabkan ketidakefektivan jika
guru mengenakan seragam. Saya mencatat lima kekurangan jika guru diminta untuk
menggunakan seragam.
Pertama,
guru adalah pegawai sipil. Seharusnya guru menjadi cermin sebagai orang sipil.
Dengan berpakaian bebas nan sopan, guru dapat berinteraksi semua kalangan tanpa
dibatasi “pembatas” yang bernama seragam. Kedua,
seragam membuat jarak antara guru dan siswa. Pada intinya, pembelajaran paling
efektif adalah kegiatan interaksi guru dengan siswa. Pembelajaran akan
terlaksana efektif jika guru dan siswa tidak berjarak. Namun, siswa sering malu
atau sungkan jika berhubungan dengan guru. Mengapa? Karena gurunya mengenakan
seragam bak militer. Ketiga, guru
adalah bagian dari masyarakat. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru
profesional adalah kompetensi sosial. Itu berarti bahwa guru mesti menjadi
figur di tengah masyarakat. Figur itu tampak dari tampilan kesederhanaan,
kesahajaan, keramahan, pelayanan, kerendahhatian, dan kedermawanannya. Itu akan
sulit dicapai jika guru mengenakan seragam. Masyarakat sering menempatkan guru
sebagai orang kelas atas alias golongan priyayi. Jelas konsep pegawai sipil
terhapus! Keempat, seragam
mengesankan keangkuhan. Seorang guru mesti mengenakan seragam dengan beragam
atribut. Silakan diperhatikan seragam guru dan atributnya: baju keki (PDH) atau
PSH, tergantung sebuah lencana papan nama dari pemerintah daerah/ kota, lambang
KORPRI, dan papan nama yang terbuat dari mika atau logam. Jelas semua atribut
itu terkesan “mengangkuhkan” diri sebagai PNS. Kelima, guru sering bertingkah bak jagoan karena suka memerintah
siswanya dengan beragam sebutan yang tak pantas. Karena mengenakan seragam,
para siswa terkesan ketakutan jika membantah perintah guru. Daripada mendapat
hukuman, lebih baik para siswa menuruti perintah sang guru meskipun hatinya
dongkol. Jelas seragam menjadi identitas yang mengesankan arogan.
Informasi diatas telah menjawab mengapa guru
harus berseragam dan kekurangan apa yang mungkin terjadi bila guru mengenakan
seragam. Hal diatas seharusnya dapat menginspirasi kita sebagai calon guru harus
mampu memahami esensi dari pakaian yang kita kenakan, idealnya guru tidak harus
berseragam, namun berpakaianlah sepatutnya, tidak melanggar norma dan aturan
yang ada.
Sumber/referensi:
http://www.kompasiana.com/abanggeutanyo/apalah-arti-sebuah-baju-seragam_54f939fea333112c048b4ab4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar