Kamis, 01 Desember 2016

KULIAH PAKAI SERAGAM? APASIH ESENSI MENGENAKAN SERAGAM?


Pernahkah kalian melihat seorang mahasisiwa mengenakan sergam ketika kuliah? Pasti adakan? Yah hal itu memang benar, ada beberapa lembaga penyelenggara pendidikan, khususnya tingkat pendidikan tinggi atau dalam suatu lembaga perkuliahan yang mewajibkan mahasiswanya mengenakan seragam? Mengapa? Adakah manfaatnya? Kita bahas yuuuk.
Seragam adalah seperangkat pakaian standard sama corak dan modelnya yang digunakan oleh sekelompok orang atau organisasi tertentu. Pemakaian baju seragam kini telah mendunia mulai dari Militer, Polisi, Sekuriti, Milisi sampai klub olah raga, Seniman dan Petugas Restauran pun menggunakannya. Bahkan ibu-ibu RT dan anak- sekolah pun menggunakan baju seragam.
Seragam telah digunakan sejak ratusan tahun sebelum Masehi. Pertama sekali digunakan secara kolektif oleh legiun Sparta, Yunani kuno yang terkenal  (400 - 600 SM). Setelah zaman kuno tersebut, kerajaan Romawi (30 SM - 395 ) memperkenalkan seragam militer pada satuan kekuatan utama dalam milter Romawi (Legionari). Pada abad ke 18, seragam militer pertama sekali diperkenalkan oleh unit kecil pasukan khusus Perancis, Imperial Guard, salah satunya Napoleon's Imperial Guard. Seragam militer telah berevolusi demikian hebatnya.
Apakah kuliah juga harus pakai seragam seperti layaknya anggota militer? Disini mahasiswa dituntut untuk memakai seragam sesuai dengan profesi apa yang hendak dicetak, misalnya menjadi calon guru, calon bidan perawat atau dokter dan lainnya.
Hal ini dilakukan sebagai upaya dalam mempersiapkan mahasiswa yang siap menjadi keluaran (output) yang professional sesuai dengan bidangnya, upaya ini berpacuan pada pepatah yang berbunyi “bisa karena biasa”. Dengan demikian mahasiswa yang dituntut untuk bisa berpakaian rapi sesuai dengan keprofesiannya diharapkan akan terbiasa jika dimulai dari masa-masa mereka menempuh kependidikan yang mereka ambil yaitu ketika dibangku perkuliahan. Namun, efektifkah maksud dan tujuan tersebut?
Sebagai contoh kita ambil satu profesi yang keberadaanya sangat vital yaitu guru atau tenaga pendidik. Haruskah guru bersegaram rapi?
Guru selalu berhadapan dengan murid sejak PAUD/ TK, SD, SMP, SMA/ SMK. Guru berhadapan dengan anak-anak yang belum dapat memahami makna di balik seragam. Untuk anak sekolah memang perlu diseragamkan karena tiga alasan.
Pertama, agar tidak terjadi kastanisasi kelas sosial. Jika setiap siswa bebas mengenakan baju, tentunya itu dapat berakibat buruk. Siswa yang berasal dari keluarga miskin tentu merasa malu karena bajunya tidak berganti-ganti seperti teman-teman lainnya. Kedua, seragam dapat digunakan sebagai media untuk membangun budaya disiplin. Dengan pengenaan seragam, tentunya sekolah dapat memantau kedisiplinan anak. Pada akhirnya, mental disiplin anak pun terbentuk. Ketiga, siswa mudah bersosialisasi sesama siswa karena kemudahan mengenal identitasnya. Setiap seragam tentu dilengkapi dengan atribut sebagai identitas instansi. Inilah pentingnya seragam bagi anak.
Namun, ada beberapa alasan mengapa  seragam tidak perlu dikenakan guru (Johan Wahyudi dalam KOMPAS). Banyak kekurangan yang menyebabkan ketidakefektivan jika guru mengenakan seragam. Saya mencatat lima kekurangan jika guru diminta untuk menggunakan seragam.
Pertama, guru adalah pegawai sipil. Seharusnya guru menjadi cermin sebagai orang sipil. Dengan berpakaian bebas nan sopan, guru dapat berinteraksi semua kalangan tanpa dibatasi “pembatas” yang bernama seragam. Kedua, seragam membuat jarak antara guru dan siswa. Pada intinya, pembelajaran paling efektif adalah kegiatan interaksi guru dengan siswa. Pembelajaran akan terlaksana efektif jika guru dan siswa tidak berjarak. Namun, siswa sering malu atau sungkan jika berhubungan dengan guru. Mengapa? Karena gurunya mengenakan seragam bak militer. Ketiga, guru adalah bagian dari masyarakat. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru profesional adalah kompetensi sosial. Itu berarti bahwa guru mesti menjadi figur di tengah masyarakat. Figur itu tampak dari tampilan kesederhanaan, kesahajaan, keramahan, pelayanan, kerendahhatian, dan kedermawanannya. Itu akan sulit dicapai jika guru mengenakan seragam. Masyarakat sering menempatkan guru sebagai orang kelas atas alias golongan priyayi. Jelas konsep pegawai sipil terhapus! Keempat, seragam mengesankan keangkuhan. Seorang guru mesti mengenakan seragam dengan beragam atribut. Silakan diperhatikan seragam guru dan atributnya: baju keki (PDH) atau PSH, tergantung sebuah lencana papan nama dari pemerintah daerah/ kota, lambang KORPRI, dan papan nama yang terbuat dari mika atau logam. Jelas semua atribut itu terkesan “mengangkuhkan” diri sebagai PNS. Kelima, guru sering bertingkah bak jagoan karena suka memerintah siswanya dengan beragam sebutan yang tak pantas. Karena mengenakan seragam, para siswa terkesan ketakutan jika membantah perintah guru. Daripada mendapat hukuman, lebih baik para siswa menuruti perintah sang guru meskipun hatinya dongkol. Jelas seragam menjadi identitas yang mengesankan arogan.
Informasi diatas telah menjawab mengapa guru harus berseragam dan kekurangan apa yang mungkin terjadi bila guru mengenakan seragam. Hal diatas seharusnya dapat menginspirasi kita sebagai calon guru harus mampu memahami esensi dari pakaian yang kita kenakan, idealnya guru tidak harus berseragam, namun berpakaianlah sepatutnya, tidak melanggar norma dan aturan yang ada. 

Sumber/referensi:

http://www.kompasiana.com/abanggeutanyo/apalah-arti-sebuah-baju-seragam_54f939fea333112c048b4ab4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar