Berbicara
cita-cita, pernahkah kalian memiliki cita-cita yang konsisten dari mulai duduk
dibangku sekolah dasar sampai saat ini masuk perguruan tinggi? Berdasarkan
pengalaman saya dari dulu ketika saya pertama kali ditanya ingin jadi apa
sampai sekarang jawaban yang keluar dari mulut saya selalu berbeda-beda, mau
jadi dokter, arsitek, penyanyi atau jadi artis? Beberapa profesi tersebut
rasanya pernah menjadi salah satu cita-cita saya, tidak konsisten bukan? Taukah
kalian, dan kini saya masuk keperguruan tinggi dan mengambil salah satu jurusan
yang menurut saya bukan mainan, menjadi guru (pendidik). Entah cita-cita atau
mungkin terjebak.
Awalnya
pilihan ini menjadi beban yang cukup menggangu hati nurani saya, karena menjadi
pendidik bukan keinginan atau cita-cita saya. Namun seiring berjalannya waktu
saya mulai menyukai hal-hal yang berpacu pada kependidikan setelah saya masuk
semester dua, beberapa bulan lalu. Oleh karena itu untuk memahami apa
sebenarnya keistimewaan dari keprofesian pendidik ini? Mari kita bahas..
Guru (bahasa Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar
suatuilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru adalah penuntun. Ia akan menjadi penunjuk arah untuk
setiap kebaikan. Guru tak sekadar siapa mengajarkan apa, tapi apapun yang bisa
memberi makna kehidupan sejatinya ia adalah guru. Guru tak hanya ada di ruang
kelas. Namun bagaimana kita memandang setiap lapisan kehidupan lalu kita
mendapatkan hikmah-nya disanalah sang guru berada.
Oleh karena itu guru harus professional, mengapa demikian?
1. karena guru harus menujukan komitmen yang tinggi terhadap
tugasnya sebagai guru, sikapnya yang dedikatif, komitmennya terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta
sikap continuous improvement yang dimilikinya.
2. Karena menurut H.A Malik Fadjar pernah melontarkan statement
bahwasannya pada saat ini didunia pendidikan kita masih kekurangan guru, kalau
tenaga kerjanya banyak, tetapi tenaga guru masih sangat langka. Ukuran kualitas
perguruan tinggi bukan hanya dilihat dari berapa yang bergelar doctor, tetapi
berapa banyak guru didalamnya.
3. Banyak para pakar berpendapat bahwasannya masih terdapat indikasi
profesionalisme guru di Indonesia yang masih sakit keras, baik pada aspek
input, distribusi, mutu akademik, aktivitas ilmiah maupun penguasaan di
bidnagnya.
Sungguh profesi yang amat vital bukan, tetapi betapa
istimewanya profesi ini. Nah masih merasa menjadi guru karena terjebak atau
tuntutan??
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar